Jumat, 28 Juni 2013

PENDIDIKAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN BANGSA
Makalah ini disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah
Politik Pendidikan Nasional
Dosen Pengampu: Dr. Hamdan Daulay, M.Si., M.A



Oleh:
Ulin Nuha (1120410062)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan institusi penting bagi proses bagi penyiapan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang benar-benar berkualitas. Kita perlu merenungkan kembali untuk menetapkan agenda pendidikan nasional agar dapat mempersiapkan generasi penerus bangsa ini dengan berbagai keunggulan kompetitif.
Membangun kemandirian bangsa berarti memahami poses kemandirian, sebagai suatu usaha membangun bangsa yang mampu menyelesaikan setiap masalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, sejahtera dan bermartabat. Dengan umur bangsa  yang sudah mencapai 67 tahun, sudahkan bangsa ini mandiri?. Maka sangat penting kiranya membangun bangsa yang mandiri ditengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia dan di era globalisasi yang sangat berpengaruh ini. Dari sisi usia sejak negeri ini merdeka, seharusnya sudah mampu menjadi negara yang tidak terlalu tergantung pada belas kasihan negara lain, tidak terlalu terpengaruh kondisi gejolak financial di negara lain dalam roda perekonomian dan seharusnya juga memiliki kebanggaan atas produk yang dihasilkan sendiri sebagai pembuktian atas kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Persoalan-persoalan mendasar yang terkait dengan kemandirian sebuah bangsa biasanya lebih banyak bersumber dari diri kita sendiri sebagai bangsa yang biasanya berkisar pada persoalan kualitas sumber daya manusia, karakter pemimpin yang tidak tegas, ketidakberdyaan ekonomi rakyat, dan lain sebagainya. Kemandirian sebuah bangsa bisa diukur dari tiga aspek. Pertama, kemampuannya dalam menetapkannya ideologi kebangsaan secara lugas dan tegas. Ideologi yang diyakini bersama secara mantap bisa mencegah bangsa ini tidak terombang-ambing dan berdikari dalam pergulatan antar bangsa yang semakin keras ini. Kelugasan dan ketegasan kita untuk menerapakannya dalam kehidupan sehari-hari merupkan sebuah keharusan, apabila yang kita tuju adalah kemandirian bangsa yang hakiki. Kedua, kemandirian bangsa juga bisa dilihat dari kebolehannnya dalam merumuskan, memutuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan negara tanpa campur tangan pihak-pihak lain secara berlebihan. Ketiga, kemandirian bangsa bisa diukur dari kemampuannya dalam menjaga dan memepraktikkan kedaulatan atas wilayah, penduduk dan segenap sumber daya yang ada didalamnya. Kemampuan negara dalam menjaga keutuhan wilayah dari ancaman eksternal maupun internal adalah kebutuhan esensial dalam kemandirian bangsa. Kemampuan negara dalam menjaga sumber daya yang ada didalamnya juga merupakan keharusan.
Untuk memendirikan bangsa ini dan kemudian bisa mengatasi berbagai persoalannya, bangsa itu sendirilah yang harus bertanggung jawab.[1] Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh bangsa tersebut. Pertama, memperkenalkan semangat kebangsaan yang berbasis kemandirian kepada seluruh masyarakatnya dengan berbagai macam cara dan media  yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan dalam memehaminya. Yang paling mudah bisa dilakukan yaitu melalui lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal yang merupakan proses pembinaan memandirikan bangsa secara keseluruhan.
Kedua, dibidang ekonomi pemerintah dan para pelaku usaha perlu lebih menegaskan lagi pemihakannya dalam kemajuan ekonomi rakyat. Bukan masalah sebaliknya pemihakan pada segelintir konglomerat yang berusaha mematikan pasar rakyat untuk kepentingan usahanya sendiri. Kemajuan sektor-sektor rakyat inilah yang sangat menentukan proses kemandirian sebuah bangsa. Ketiga, pemerintah perlu membangun suasana kondusif agar masyarakat turut berfikir dan berperan serta  dalam program memberdayakan masyarakat. Pemerintah juga perlu mendorong agar mereka mmempercepat langkahnya sebagai organisasi modern yang mementingkan aspek profesionalisme, fungsionalisme dan kemandirian dalam berbagai program. Karena aspek itulah yang akan bisa menjadi motor penggerak dan persebaran gerakan organisasi kemasyarakatan.
Pendidikan pada hakikatnya harus memungkinkan perkembangan tiga hubungan dasar kehidupan manusia yaitu: hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, pendidikan nasional harus mampu membina dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi, kesadaran bermasyarakat dan kesadaran lingkungan serta ikut membangun bangsa.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemandirian
Secara umum kemandirian berasal dari kata mandiri yang mendapat tambahan ke dan an yang berarti “diperintah oleh dirinya sendiri”, kebalikan dari tergantung kepada pihak lain yang bererti diperintah orang lain.[2] Dalam kamus ilmiah populer bererti berdiri sendiri.[3] Kemandirian merupakan sifat dan prilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur sikap. Konsep sikap yang ada bersifat teoritik, adapula yang bersifat operasional untuk pengukuran sikap. Jadi kemandirian adalah bentuk sikap terhadap individu yang memiliki independensi yang tidak terpengaruh oleh orang lain.[4]
Kemandirian juga berarti perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah atau hambatan, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. Dengan demikian akan berperilaku yang :[5]
  1. mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
  2. memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
  3. bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan dan daya saing. Hal ini dipertegas oleh Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
  1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain,
  2. Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain,
  3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan kemampuan mengembangkan daya kreasi dan inovasi.
  4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak menunggu aksi dari orang lain.[6]
Beberapa aspek di atas, dapat disimpulkan kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan hidupnya dimana suatu bangsa akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi yang dihadapinya. Dengan kemandiriannya, suatu bangsa dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang lebih baik dan lebih mantap.
B. Pendidikan Sebagai  Pembentukan Kemandirian Bangsa
Kemandirian merupakan salah satu karakter yang dicita-citakaan sejak lama. Bahkan sebelum kemerdekaan, kemandirian bangsa merupakan salah satu tujuan pokok bangsa Indonesia melepaskan diri dari penjajahan asing. Demikian juga diera pembangunan pada masa sekarang. Suatu negara bisa mandiri karena memiliki karakter atau jati diri kebangsaan yang sangat kuat. [7]
Kemandirian merupakaan salah satu kompetensi standar lulusan yang dipersyaratkan bagi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah. Seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu:
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan  setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidika Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs/SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Pembinaan sikap kemandirian penting untuk dibina sejak dini sesuai dengan program Kementrian Pendidikan Nasional yang sudah mencanangkan pendidikan karakter sejak tahun 2010. Sikap mandiri sangat penting dimilki oleh siswa, agar dalam melaksanakan tugas tidak tergantung pada orang lain dan bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya. Sikap mandiri siswa dalam mengerjakan tugas  harus dipupuk sejak sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat menunjukan inisiatif, berusaha untuk mengejar prestasi, dan mempunyai sifat percaya diri.
 Penginternasionalisasian pendidikan di Indonesia dalam rangka memperkuat daya saing bangsa di dunia internasional dinilai salah kaprah. Semestinya, pendidikan yang berkualitas tinggi dititiikberatkan pada tujuan kepentingan bangsa yakni mempertahankan dan mengembangkan jati diri serta kemandirian bangsa. Kita sudah melihat rintisan sekolah bertaraf internasional atau RSBI di jenjang pendidikan dasar hingga menengah penuh dengan masalah. Menurut Darmaningtyas, kecenderungan pendidikan Indonesia yang mengejar status internasional membuat RUU Pendidikan Tinggi tetap saja memiliki roh UU Badan Hukum Pendidikan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Dengan kegilaan pendidikan kita pada internasionalisasi, hanya akan membuka peluang komersialisasi pendidikan. Hal ini membuka pintu bagi pemilik modal asing untuk memasarkan jasanya di bidang pendidikan ke Indonesia, kata Darmaningtias. Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, mengatakan internasionalisasi pendidikan yang diterapkan Indonesia lewat RSBI misalnya, justru menguntungkan pihak asing. Bukan saja, kurikulum dan buku-buku asing yang juga mesti diikuti. Guru-guru asing juga masuk ke Indonesia. Mereka justru dibayar lebih mahal dari guru kita sendiri. Kenyataan ini memperlihatkan, betapa kita merendahkan martabat bangsa kita sendiri. Karena itu, pendidikan bermutu yang kita kejar tidak mesti dengan label-label internasional.
Seperti yang terjadi saat ini, pendidikan semestinya mampu membawa perpindahan kelas masyarakat. Namun, pemerintah justru mengembangkan kastanisasi pendidikan di mana yang kaya dapat menikmati pendidikan bermutu terbaik sehingga mendapat peluang kerja yang baik. Sebaliknya, yang miskin mendapat layanan pendidikan yang bermutu rendah dan peluang mendapat kerja yang baik untuk perbaikan hidup juga kecil.[8]
 Mengutip pendapat John Dewey bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental intelektual dan emosional secara manusiawi. Sementara, Ki hajar Dewantara mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntut segala kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak agar mereka menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang tertinggi. Ada hal yang menarik yang kemudian dapat dipetik dalam pesan kedua pemikira pendidikan tersebut, yaitu poin penting yang akan dicapai adalah mengantarkan anak bangsa kita mengembangkan ketrampilan yang tepat dan memandang bahwa kekayaan bangsa ini berada pada hasil kualitas otaknya dalam bekerja. Dengan katalain pula, belajar merupakan petualangan hidup. Belajar tidak mengenal  batas usia dan didlam proses belajar harus berfikir kreatif, inovatif, enerjik,, produktif, berwatak kerja keras, menghargai waktu, dan pantang menyerah dalam menghadapi kesuloitan hidup sekaligus menemukan solusi secara mandiri.[9]
Oleh karena itu, pendidikan kita dimasa akan datang perlu menyingkronkan antara teori dengan aktualisasi didunia kerja agar sistem peniddikan nasional mempunyai jiwa kemandirian, inofatif, dan kreatif di dunia internasional berdasarkan pada teori kausalitas yang memiliki titik tekan pada penguatan karakter kemandirian. Maka pendidikan berkarakter mandiri perlu dibangun di negeri ini melalui pendidikan secara serius agar anak didik memiliki orientasi bertindak dalam menata kehidupannya. Tidak selalu mengalami dependensi terhadap negara lain. Dengan pendidikan  demikian, maka negeri ini akan mampu berdiri di atas kaki sendiri. Dalam memegang sikap kemandirian, Bung Karno menyarankan agar masyarakat Indonesia kembali kepada agama. Karena agama adalah unsur mutlak dalam pembentukan kemandirian bangsa. Salain itu bapak pandidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan contoh berkarakter mandiri dengan bersikap atas dasar kemandirian yang berlandaskan pada jiwa keagamaan.[10]
Presiden SBY menekankan pentingnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu berdiri di atas kemauan sendiri dengan kekuatan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta potensi-potensi yang dimiliki lainnya. Kita harus menjaga dan memperkuat kemandirian karena hal itu merupakan dasar kekuatan dan ketahanan untuk maju sebagai bangsa dan jangan tergantug pada bangsa dan negara lain. Dengan sumber daya yang kita miliki, kita harus dapat menjadi bangsa yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, tidak didekte oleh negara manapun, bebas dan mandiri. Kemandirian merupakan syarat penting agar Indonesia agar dapat menghadapi tantangan bangsa saat ini yang diyakini lebih berat dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Untuk menuju kearah itu, bangsa yang mandiri selalu bekerja keras dalam peningkatan kesehatan dan pendidikan, tanpa membeda-bedakan pentingnya kesehatan dan pendidikan lapisan bawah maupun lapisan atas.[11]
C. Membangun Kemandirian Melalui Pengembangan Profesi Pendidik
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia suatu bangsa. Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu, membangun pendidikan menjadi suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa) maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsa-bangsa lain).[12]
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[13] Dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga pendidik (guru/dosen), melalui mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil namun juga nilai-nilai transenden yang dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik serta masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, nampak bahwa pendidik diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya manusia  dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik yang profesional, agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidik dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan.[14]
Mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, maka sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik agar menjadi profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus menerus melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas. Dalam pencapaian tujuan bersama suatu negara harus memiliki langkah serius untuk mengoptimalkan potensi yang ada. Negara yang mampu mengelola potensinya maka akan mampu mendorong terwujudnya tujuan negara tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan harus diletakan sebagai modal untuk menyiapkan individu yang memiliki kecakapan dan kemampuan, sehingga  persiapan ini kemudian dapat melahirkan penguatan pembangunan bangsa kedepan. Dengan kata lain, pendidikan diupayakan secara serius untuk membangun paradigma berfikir terbuka dan mampu membaca berbagai persoalan bangsa ini secara sesakma dan teliti.[15]
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah sampai saat ini belum mampu berdiri sejajar dengan bangsa- bangsa lainnya. Bahkan untuk di kawasan regional asean Indonesia masih kalah jika dibandingkan negara malaysia ataupun filipina dari segi pengelolaan dan kesejahteraan rakyat. Hal ini perlu kita sadari bahwa ada yang salah dari negeri ini. Pembangunan tidak boleh hanya dianalogikan sebagai perkembangan ekonomi saja tapi lebih dari itu, pembangunan harus menjadi upaya dalam meningkatkan kemampuan SDM indonesia dalam penguasaan iptek untuk terwujudnya pengelolaan negara yang mandiri dan berdaulat dalam segala aspek.
Sektor pendidikan sebagai batu loncatan dalam upaya meningkatkan sumber daya  manusia Indonesia yang mandiri dan produktif bagi perkembangan suatu negara diperlukan perhatian serius. Karena dengan alokasi lebih dari  20% dari APBN dan usia Indonesia yang lebih dari 67 tahun, pendidikan masih menjadi barang mahal bagi sebagian besar rakyat indonesia yang kebanyakan berada di desa dan pada kelompok masyarakat menengah kebawah. Hal ini ironis karena pada kelompok masyarakat yang potensial dan membutuhkan pencerdasan yang lebih justru pendidikan berharga mahal.[16]
            Peranan pemerintah dalam upaya penyediaan pendidikan yang berkualitas dan bagi seluruh rakyat  Indonesia dinilai masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih mendominasinya rasio masyarakat yang berpendidikan tinggi di pulau jawa dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Diperlukan sikap tanggap dari masyarakat terkait untuk ikut berperan serta menyelesaikan  masalah pendidikan Indonesia yang semakin kompleks dan berlarut- larut. Pemuda sebagai motor penggerak suatu bangsa perlu diberikan kesempatan dan peran yang besar untuk ikut serta dalam upaya penyediaan pendidikan bagi semua kalangan.
Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Dengan mengingat hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya. Diantaranya melalui:
1. Pengembangan profesi Pendidik
Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang, hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini jelas menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard tertentu yang diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.[17]
Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai, namun hal itu tidak serta-merta menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu, sebab dalam konteks individu justru kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal yang paling utama yang dapat memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu, upaya untuk terus memberdayakannya merupakan suatu keharusan agar kemampuan pengembangan diri para pendidik makin meningkat. Dengan demikian, dapatlah difahami bahwa perlindungan hukum itu penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya pengembangan profesi,.Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.[18]
Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kepentingan pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Strategi Pengembangan Profesi Pendidik
Mengembangkan profesi tenaga pendidik bukan sesuatu yang mudah, hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, untuk itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pengembangan tenaga pendidik. Dalam hubungan ini, faktor birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi tenaga pendidik. Sebenarnya, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan profesi tenaga pendidik, namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud.
Dengan mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi tenaga pendidik, situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri kearah profesionilisme pendidik. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi pendidik, yaitu :
a.       Strategi perubahan paradigma. Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
b.      Strategi debirokratisasi. Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik.[19]
Strategi tersebut di atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat, sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan diri tenaga pendidik serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.
3. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan arah perkembangan pendidikan di Indonesia
Banyak pakar yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah dan ketinggalan, banyak faktor penyebabnya, dari mulai masalah anggaran pendidikan yang kecil, sistem pendidikan yang masih perlu diperbaiki, sosial budaya masyarakat serta hambatan dalam implementasi kebijakan, namun yang jelas ini menunjukan bahwa masih diperlukannya kerja keras dalam membangun pendidikan di Indonesia guna mengejar ketertinggalannya dari negara lain.
Pada tataran makro, ketertinggalan dalam bidang pendidikan merupakan cerminan dari kebijakan nasional pendidikan, meskipun dalam tingkat praktisnya aspek kelemahan terjadi juga dalam implementasi kebijakan, sehingga meskipun kebijakan secara ideal mengarah pada upaya peningkatan kualitas pendidikan, namun implementasi dilapangan sering terjadi distorsi yang dapat mengurangi efektivitas pencapaian tujuan kebijakan itu sendiri. Selain itu pandangan masyarakat yang mencerminkan nilai sosial budaya yang ada menunjukan arah yang kurang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan, seperti pandangan bahwa mengikuti pendidikan hanya untuk jadi pegawai, pandangan ini akan mendorong pada pendekatan pragmatis dalam melihat pendidikan, dan ini tentu saja memerlukan kesadaran sosial dan kesadaran budaya yang berbeda dalam melihat outcome pendidikan. Pendidikan harus dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas manusia untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan, menjadi pegawai harus dipandang sebagai salah satu alternatif pilihan yang setara dengan pilihan untuk bidang-bidang pekerjaan lainnya, sehingga keterlibatan manusia terdidik dalam berbagai bidang kehidupan dan pekerjaan akan mendorong keseimbangan dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan berkualitas.[20]
Dengan melihat hal tersebut, jelas bahwa peran pemerintah sangat besar dalam terbentuknya kondisi yang demikian, pengembangan sekolah yang kurang/tidak mengacu pada potensi yang dimiliki bangsa jelas berakibat pada timpangnya pemilihan peserta didik dalam memilih bidang pekerjaan/kehidupan, sehingga menjadi pegawai dianggap sebagai suatu pilihan yang paling tepat, meskipun bidang lain sebenarnya banyak menjanjikan bagi peningkatan kualitas kehidupan. Kondisi ini memang punya kaitan dengan kultur yang diciptakan penjajah Belanda, dimana mereka membuka sekolah untuk mendidik manusia menjadi pegawai rendahan yang diperlukan oleh Penjajah. Namun demikian upaya pembangunan pendidikan nasional sejak jaman kemerdekaan jelas mestinya telah mampu merubah cara berfikir demikian, hal ini tentu saja dapat terjadi jika pembangunan pendidikan nasional selalu mengacu pada potensi luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam kondisi ketertinggalan serta arah pendidikan yang kurang mempertimbangkan potensi luhur bangsa, peran tenaga pendidik menjadi sangat penting dan menentukan dalam tataran mikro pendidikan (sekolah, kelas). Untuk itu pengembangan diri sendiri tenaga pendidik akan menjadi landasan bagi penumbuhan kesadaran pada peserta didik tentang perlunya berusaha terus meningkatkan kualitas pendidikan diri serta mengarahkan nya pada kesadaran untuk melihat dan memanfaatkan potensi luhur bangsa dalam mengisi kehidupan kelak sesudah selesai mengikuti pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan profesi pendidik akan memberi dampak besar bagi peningkatan kualita pendidikan yang sekarang masih tertinggal, serta memberi arah yang tepat pada peserta didik dalam berperan di masyarakat untuk ikut bersama masyarakat dalam membangun bangsa.
4. Pengembangan profesi tenaga pendidik berbasis kemandirian dan marketing
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan profesi tenaga pendidik merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta arah pendidikan agar sesuai dengan potensi luhur yang dimiliki bangsa. Untuk itu pengembangannya perlu didasarkan pada kemandirian dan marketing. Kemandirian dimaksudkan agar dapat tumbuh kepercayaan diri pada tenaga pendidik atas kemampuan serta peranannya yang penting dalam pembangunan bangsa, sedangkan marketing dimaksudkan agar tenaga pendidik dapat menawarkan ide-idenya dengan epat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, khususnya peserta didik.[21]
Kemandirian pada dasarnya merupakan kemampuan untuk berani dalam mewujudkan apa yang menjadi keyakinannya dengan dasar keakhlian, kemandirian akan menjadi dasar yang memungkinkan seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena itu kemandirian menjadi amat penting dalam konteks pengembangan profesi tenaga pendidik. Dengan kemandirian tenaga pendidik dapat lebih berani melakukan hal-hal yang inovatif dan kreatif sehingga proses pendidikan/pembelajaran akan lebih mendorong siswa untuk makin menyukai dan rajin belajar sehingga hal ini akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan. Selain basis budaya kemandirian, basis marketing juga perlu mendapat perhatian, ini dimaksudkan agar upaya-upaya pembangunan pendidikan tidak dilakukan asal saja, tetapi tetap memperhatikan aspek marketing, dimana salah satu hal yang penting di dalamnya adalah kualitas dalam meningkatkan pengembangan pendidikan tersebut.
5. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan pendorong inovasi
Pengembangan profesi tenaga pendidik pada dasarnya hanya akan berhasil dengan baik apabila dampaknya dapat menumbuhkan sikap inovatif. Sikap inovatif ini kan makin memperkuat kemampuan profesional tenaga pendidik, untuk itu diperlukan belajar guna mendorong tenaga pendidik bersikaf inovatif serta dapat dan mau melakukan inovasi,  diantaranya sebagai berikut :
a.       Belajar kreatif
b.      Belajar keindahan dunia dan indahnya jadi pendidik
c.       Belajar mulai dari yang sederhana dan konkrit
            Pelajaran sebagaimana dikemukakan di atas merupakan pelajaran penting bagi tenaga pendidik dalam upaya mengembangkan diri sendiri menjadi orang profesional. Dalam kaitan ini, pelajaran tersebut membentuk suatu keterpaduan dan saling terkait dalam membentuk tenaga pendidik yang profesional dan inovatif.[22] Belajar kreatif adalah belajar dengan berbagai cara baru untuk mendapatkan pengetahuan baru, belajar kreatif menuntut upaya-upaya untuk terus mencari, dan menjangkaunya. Dengan belajar yang demikian, maka sekaligus juga belajar tentang keindahan dunia, dan bagian dari keindahan dunia ini adalah keindahaan indahnya jadi pendidik. Pendidik adalah perancang masa depan siswa, dan sebagai perancang yang profesional, maka tenaga pendidik menginginkan dan berusaha untuk membentuk peserta didik lebih baik dan lebih berkualitas dalam mengisi kehidupannya di masa depan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, maka tenaga pendidik perlu memulainya dari yang kecil dan konkrit, dengan tetap berfikir besar. Mulai dari yang kecil pada tataran mikro melalui pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik sebenarnya sedang mengukir mas depan manusia, masa depan bangsa, dan ini jelas akan menentukan kualitas kehidupan manusia di masa yang akan datang.


D. Analisis Pendidikan Sebagai Pembentukan Kemandirian Bangsa Dari Segi Politik Pendidikan Nasional
Tidak dipungkiri bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para penguasa dapat dilihat dalam sejarah. Dilain pihak, ketergantungan kepada uluran tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia untuk mengurus politik dan negara. Negara mengalokasikan biaya untuk mendukung proses pendidikan. Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun dan mendukung proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak dibutuhkan.
Transformasi nilai-nilai politik melalui institusi pendidikan melalui intervensi dalam perbuatan kebijakan pendidikan di Indonesia sangat kuat, bahkan institusi pendidikan merupakan wilayah politik negara dan pemerintahan, walaupun demikian perhatian negara untuk bidang pendidikan belum menggembirakan. Anggaran yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak 20 persen masih jauh dari kebutuhan pendidikan. Disamping itu, kesejahteraan para pendidik pun belum merata dialokasikan diseluruh negara.
Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan yang dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua lingkungan yang saling mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat), unsur sosial merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka melakkan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik melalui metode dan bahan ajar (curriculum content) pendidikan. Dinegara-negara komunis, misalnya, metode brain washing digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir kaum muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme.
Dari generasi ke generasi negarawan dan pemimpin politik telah menyadari dampak yang dapat ditimbulkan oleh sistem pendidikan terhadap kehidupan politik. Mereka menyadari bahwa negara tidak dapat mengabaikan sekolah jika ingin mencapai tujuan-tujuannya, termasuk tujuan untuk mempertahankan kekuasaan. Mengingat besarnya peluang untuk mengarahkan berbagai unsur kependidikan pada kebutuhan politik tertentu, tidak heran apabila pendidikan sering kali memainkan peran sentral dalam menentukan arah perubahan politik.
Stabilisasi atau transformasi politik banyak ditentukan oleh faktor pendidikan. Manakala terjadi tranformasi radikal dalam sistem politik, misalnya setelah revolusi Prancis dan Rusia, salah satu langkah utama yang dilakukan oleh para penguasa disana adalah menata sistem pendidikan. Penguasa yang baru dengan cepat berusaha mereformasi dan menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan-tujuannya. Para penguasa yang baru naik tahta saat itu menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan dan kontinuitas rezim mereka berkaitan dengan ide-ide dan pola-pola perilaku yang ditransmisi melalui fasilitas kependidikan. Kesadaran ini mungkin saja salah, tetapi ini adalah suatu persoalan hubungan antara pendidikan dan politik yang memerlukan penjelasan melalui penelitian terencana. Penjelasan atas persoalan tersebut akan dapat mengungkapkan kontribusi pendidikan terhadap integrasi dan ketahanan sistem politik.
Di Indonesia, misalnya, daya tahan rezim Soeharto selama 32 tahun banyak melibatkan kebijakan-kebijakan kontroversial dalam bidang pendidikan, baik menyangkut pengelolaan maupun kurikulum dan kegiatan pembelajaran. Misalnya, kebijakan tentang kurikulum Pendidikan Agama, dan kebijakan tentang seragam sekolah, khususnya tentang hak mengenakan jilbab bagi siswi disekolah umum. Kebijakan-kebijakan tersebut banyak dipengaruhi oleh tekad bulat para penguasa rezim untuk menjadikan Indonesia sebagai negara sekular berlandaskan Pancasila. Bahan ajar untuk bidang studi sejarah, agama dan kenegaraan didisain sedemikian rupa, sesuai dengan visi dan misi politik penguasa rezim.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau,  yaitu tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proes-proses pembedayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masyarakat yang civiel societynya cukup tinggi maka perlu adanya pilar-pilar penegak masyarakat madani tersebut antara lain:
1.      Adanya Lembaga Swadaya Masyarakat
Yang dimaksud dengan lembaga swadaya masyarakat adalah lembaga yang didirikan secara sukarela oleh masyarakat dalam bidang-bidang kehidupan tertentu, misalnya: pendidikan, politik, hukum dan sebagainya dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau masukan kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance). Organisasi kemasyarakatan dan LSM yang independensi itu pada perkembangannya, cukup kuat mewarnai organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan yang tumbuh. Indonesia pada dasarnya memiliki tradisi cukup panjang dan pengalaman mengenai civil society atau gerakan masyarakat madani. Bahkan di era Orde Baru telah muncul pula kaum profesional yang mulai bergerak dan melakukan pemberdayaan masyarakat tidak hanya di wilayah sosial, keagamaan dan kebudayaan, lebih dari itu telah merambah ke dalam sektor ekonomi dan jasa seperti; tumbuhnya perbankan swasta, asosiasi yang bersifat ekonomi dan lembaga pendidikan modern yang tumbuh melalui prakarsa dari kolektivitas sosial masyarakat yang sadar dan mandiri.
2.      Adanya Perguruan Tinggi
Yang dimaksud dengan perguruan tinggi adalah lembaga yang diharapkan memberikan fungsi kontrol atau masukan kepada pemerintah melalui mahasiswa-mahasiswanya sebagai bentuk moral force atau dukungan moral kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).
3.      Adanya Pers
Yang dimaksud dengan pers adalah lembaga yang diorientasikan sebagai alat komunikasi politik oleh masyarakat dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau masukan kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).
4.      Adanya Supremasi Hukum
Yang dimaksud dengan supremasi hukum adalah menempatkan hukum sebagai kekuasaan yang tertinggi sedemikian rupa sehingga pemerintah dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).
5.      Adanya Partai Politik
Yang dimaksud dengan partai politik adalah lembaga politik yang didirikan secara sukarela oleh masyarakat dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau masukan kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).[23]
BAB III
. K E S I M P U L A N
Pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat. Untuk itu pendidikan sangat diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan agar tercipta bangsa yang mandiri. Kemandirian bangsa dalam bidang pendidikan merupakan suatu keharusan yang harus dijunjung  tinggi oleh bangsa ini karena dengan pendidikan persoalan-persoalan yang terjadi pada saat ini akan bisa diatasi dengan adanya manusia-manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan diharapkan sebagai pembentukan kemandirian bangsa.


DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Assegaf, Kata Pengantar dalam Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Globalisasi, Mustafa Rembangi, Yogyakarta: Teras, 2008.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002.
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Chabib Thoha, Kapita Selekta Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest, 1996.
Edukasi, Kompas.com, 6  Maret 2012.
Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogjakarta: Adicita, 2001.
Harryanto, Membangun Kemandirian Bangsahttp://harry smk3.Wordpress.com , diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012, Pukul 10.05 WIB.
H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.
Kaswardi, Penddikan Niali Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Grasindo, tt,h.
Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, tt,h.
Moh. Yamin.  Menggugat Pendidikan Indonesia , Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Suhar Saputra, Mengembangkan Kemandirian dalam Pengembangan Profesi Pendidik, http://uharsaputra.wordpress.com, diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012WIB.
Susilo Bambang Yudhoyono, ‘’ Indonesia harus Bangkit Menjadi Bangsa Mandiri’, dalam www.setneg.go.id.
Ubaidilah dkk,   Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM dan masyarakat madani, Jakarta: IAIN Press, 2000.
UU Sisdiknas Tahun 2003, Bandung: Fokus Media, 2003.
Wulan Indah, Meneingkatkan Kualitas Pendidikan Dalam Pengembangan Profesi Pendidik, http:/wulanindah..weebly.com, diakses Pada Tanggal  30 Oktober 2012.







[1] . Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 54-55.
[2] . Kaswardi, Penddikan Niali Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Grasindo, tt.h,), hlm. 56.
[3] . Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, tt,h), hlm. 54.
[4]. Chabib Thoha, Kapita Selekta Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest, 1996), hlm. 121.
[5] .  Harryanto, Membangun Kemandirian Bangsahttp://harry smk3.Wordpress.com , diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012, Pukul 10.05 WIB.
[6] . Ibid.,
[7] . Moh. Yamin,  Menggugat Pendidikan Indonesia, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 273.
[8]. Edukasi, Kompas.com, 6  Maret 2012, hlm. 1.          
[9] .Yamin,  Menggugat Pendidikan Indonesia,... hlm. 270.
[10]. Ibid., hlm. 271.
[11] . Susilo Bambang Yudhoyono, ‘’ Indonesia harus Bangkit Menjadi Bangsa Mandiri’, (dalam www.setneg.go.id), 21 Mei 2012.
[12] . Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002), hlm. 57.
[13] . UU Sisdiknas Tahun 2003, (Bandung: Fokus Media, 2003), hlm. 3.
[14] . H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 137.
[15] . Abd. Rahman Assegaf, Kata Pengantar dalam Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Globalisasi, Mustafa Rembangi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. Xxvi.
[16] . Yamin,  Menggugat Pendidikan Indonesia, ... hlm. 235.
[17] . Ibid., hlm. 233.
[18]. Suhar Saputra, Mengembangkan Kemandirian dalam Pengembangan Profesi Pendidik, http://uharsaputra.wordpress.com, diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012 pukul 08.15 WIB.
[19] . Ibid.,
[20]Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogjakarta: Adicita, 2001), hlm.. 16-17.
[21] . Wulan Indah, Meneingkatkan Kualitas Pendidikan Dalam Pengembangan Profesi Pendidik, http://wulanindah..weebly.com, diakses Pada Tanggal  30 Oktober 2012, Pukul 09.05 WIB.
[22] . Ibid.,
[23] . Ubaidilah dkk,   Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM dan masyarakat madani, (Jakarta: IAIN Press, 2000), hlm 120.


2 komentar: