PENDIDIKAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN BANGSA
Makalah ini disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah
Politik Pendidikan Nasional
Dosen Pengampu: Dr. Hamdan Daulay, M.Si., M.A
Oleh:
Ulin Nuha
(1120410062)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan institusi penting bagi proses
bagi penyiapan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
benar-benar berkualitas. Kita perlu merenungkan kembali untuk menetapkan agenda
pendidikan nasional agar dapat mempersiapkan generasi penerus bangsa ini dengan
berbagai keunggulan kompetitif.
Membangun kemandirian bangsa berarti memahami poses
kemandirian, sebagai suatu usaha membangun bangsa yang mampu menyelesaikan
setiap masalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, sejahtera
dan bermartabat. Dengan umur bangsa yang
sudah mencapai 67 tahun, sudahkan bangsa ini mandiri?. Maka sangat penting
kiranya membangun bangsa yang mandiri ditengah pergaulan dengan bangsa-bangsa
lain di berbagai belahan dunia dan di era globalisasi yang sangat berpengaruh
ini. Dari sisi usia sejak negeri ini merdeka, seharusnya sudah mampu menjadi
negara yang tidak terlalu tergantung pada belas kasihan negara lain, tidak
terlalu terpengaruh kondisi gejolak financial di negara lain dalam roda
perekonomian dan seharusnya juga memiliki kebanggaan atas produk yang
dihasilkan sendiri sebagai pembuktian atas kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Persoalan-persoalan
mendasar yang terkait dengan kemandirian sebuah bangsa biasanya lebih banyak
bersumber dari diri kita sendiri sebagai bangsa yang biasanya berkisar pada
persoalan kualitas sumber daya manusia, karakter pemimpin yang tidak tegas,
ketidakberdyaan ekonomi rakyat, dan lain sebagainya. Kemandirian sebuah bangsa
bisa diukur dari tiga aspek. Pertama, kemampuannya dalam menetapkannya
ideologi kebangsaan secara lugas dan tegas. Ideologi yang diyakini bersama
secara mantap bisa mencegah bangsa ini tidak terombang-ambing dan berdikari
dalam pergulatan antar bangsa yang semakin keras ini. Kelugasan dan ketegasan
kita untuk menerapakannya dalam kehidupan sehari-hari merupkan sebuah
keharusan, apabila yang kita tuju adalah kemandirian bangsa yang hakiki. Kedua,
kemandirian bangsa juga bisa dilihat dari kebolehannnya dalam merumuskan,
memutuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan negara tanpa campur tangan
pihak-pihak lain secara berlebihan. Ketiga, kemandirian bangsa bisa
diukur dari kemampuannya dalam menjaga dan memepraktikkan kedaulatan atas
wilayah, penduduk dan segenap sumber daya yang ada didalamnya. Kemampuan negara
dalam menjaga keutuhan wilayah dari ancaman eksternal maupun internal adalah
kebutuhan esensial dalam kemandirian bangsa. Kemampuan negara dalam menjaga
sumber daya yang ada didalamnya juga merupakan keharusan.
Untuk memendirikan bangsa ini dan
kemudian bisa mengatasi berbagai persoalannya, bangsa itu sendirilah yang harus
bertanggung jawab.[1]
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh bangsa tersebut. Pertama,
memperkenalkan semangat kebangsaan yang berbasis kemandirian kepada seluruh
masyarakatnya dengan berbagai macam cara dan media yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan
dalam memehaminya. Yang paling mudah bisa dilakukan yaitu melalui
lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal yang merupakan proses
pembinaan memandirikan bangsa secara keseluruhan.
Kedua,
dibidang ekonomi pemerintah dan para pelaku usaha perlu lebih menegaskan lagi
pemihakannya dalam kemajuan ekonomi rakyat. Bukan masalah sebaliknya pemihakan
pada segelintir konglomerat yang berusaha mematikan pasar rakyat untuk
kepentingan usahanya sendiri. Kemajuan sektor-sektor rakyat inilah yang sangat
menentukan proses kemandirian sebuah bangsa. Ketiga, pemerintah perlu
membangun suasana kondusif agar masyarakat turut berfikir dan berperan
serta dalam program memberdayakan
masyarakat. Pemerintah juga perlu mendorong agar mereka mmempercepat langkahnya
sebagai organisasi modern yang mementingkan aspek profesionalisme,
fungsionalisme dan kemandirian dalam berbagai program. Karena aspek itulah yang
akan bisa menjadi motor penggerak dan persebaran gerakan organisasi
kemasyarakatan.
Pendidikan pada hakikatnya harus
memungkinkan perkembangan tiga hubungan dasar kehidupan manusia yaitu: hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh sebab itu, pendidikan nasional harus mampu membina dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi, kesadaran bermasyarakat dan kesadaran lingkungan serta
ikut membangun bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemandirian
Secara umum
kemandirian berasal dari kata mandiri yang mendapat tambahan ke dan an yang
berarti “diperintah oleh dirinya sendiri”, kebalikan dari tergantung kepada
pihak lain yang bererti diperintah orang lain.[2] Dalam
kamus ilmiah populer bererti berdiri sendiri.[3]
Kemandirian merupakan sifat dan prilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur
sikap. Konsep sikap yang ada bersifat teoritik, adapula yang bersifat
operasional untuk pengukuran sikap. Jadi kemandirian adalah bentuk sikap
terhadap individu yang memiliki independensi yang tidak terpengaruh oleh orang
lain.[4]
Kemandirian juga
berarti perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah atau hambatan,
mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan
orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini yang mengatakan bahwa
kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian suatu
keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan
dirinya. Dengan demikian akan berperilaku yang :[5]
- mampu
mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
- memiliki
kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
- bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Dalam konteks
kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya bangsa yang mampu berdiri di atas
kekuatan sendiri dengan segala sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan
persoalan yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan dan daya
saing. Hal ini dipertegas oleh Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri dari
beberapa aspek, yaitu :
- Emosi,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain,
- Ekonomi,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain,
- Intelektual,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi dan kemampuan mengembangkan daya kreasi dan inovasi.
- Sosial,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak menunggu aksi dari orang lain.[6]
Beberapa aspek di
atas, dapat disimpulkan kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara
komulatif selama perkembangan hidupnya dimana suatu bangsa akan terus belajar
untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi yang dihadapinya.
Dengan kemandiriannya, suatu bangsa dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat
berkembang lebih baik dan lebih mantap.
B. Pendidikan Sebagai
Pembentukan Kemandirian Bangsa
Kemandirian merupakan salah satu
karakter yang dicita-citakaan sejak lama. Bahkan sebelum kemerdekaan,
kemandirian bangsa merupakan salah satu tujuan pokok bangsa Indonesia
melepaskan diri dari penjajahan asing. Demikian juga diera pembangunan pada
masa sekarang. Suatu negara bisa mandiri karena memiliki karakter atau jati
diri kebangsaan yang sangat kuat. [7]
Kemandirian merupakaan salah satu kompetensi
standar lulusan yang dipersyaratkan bagi lulusan satuan pendidikan dasar dan
menengah. Seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu:
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan
berdasarkan tujuan setiap satuan
pendidikan, yakni: Pendidika Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan
SMP/MTs/SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Pembinaan sikap kemandirian penting
untuk dibina sejak dini sesuai dengan program Kementrian Pendidikan Nasional yang
sudah mencanangkan pendidikan karakter sejak tahun 2010. Sikap mandiri sangat
penting dimilki oleh siswa, agar dalam melaksanakan tugas tidak tergantung pada
orang lain dan bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya. Sikap
mandiri siswa dalam mengerjakan tugas
harus dipupuk sejak sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat
menunjukan inisiatif, berusaha untuk mengejar prestasi, dan mempunyai sifat
percaya diri.
Penginternasionalisasian pendidikan di
Indonesia dalam rangka memperkuat daya saing bangsa di dunia internasional
dinilai salah kaprah. Semestinya, pendidikan yang berkualitas tinggi
dititiikberatkan pada tujuan kepentingan bangsa yakni mempertahankan dan
mengembangkan jati diri serta kemandirian bangsa. Kita sudah melihat rintisan
sekolah bertaraf internasional atau RSBI di jenjang pendidikan dasar hingga
menengah penuh dengan masalah. Menurut Darmaningtyas, kecenderungan pendidikan
Indonesia yang mengejar status internasional membuat RUU Pendidikan Tinggi
tetap saja memiliki roh UU Badan Hukum Pendidikan yang telah dibatalkan
Mahkamah Konstitusi. Dengan kegilaan pendidikan kita pada internasionalisasi,
hanya akan membuka peluang komersialisasi pendidikan. Hal ini membuka pintu
bagi pemilik modal asing untuk memasarkan jasanya di bidang pendidikan ke
Indonesia, kata Darmaningtias. Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi
Serikat Guru Indonesia, mengatakan internasionalisasi pendidikan yang
diterapkan Indonesia lewat RSBI misalnya, justru menguntungkan pihak asing.
Bukan saja, kurikulum dan buku-buku asing yang juga mesti diikuti. Guru-guru
asing juga masuk ke Indonesia. Mereka justru dibayar lebih mahal dari guru kita
sendiri. Kenyataan ini memperlihatkan, betapa kita merendahkan martabat bangsa
kita sendiri. Karena itu, pendidikan bermutu yang kita kejar tidak mesti dengan
label-label internasional.
Seperti
yang terjadi saat ini, pendidikan semestinya mampu membawa perpindahan kelas
masyarakat. Namun, pemerintah justru mengembangkan kastanisasi pendidikan di
mana yang kaya dapat menikmati pendidikan bermutu terbaik sehingga mendapat
peluang kerja yang baik. Sebaliknya, yang miskin mendapat layanan pendidikan
yang bermutu rendah dan peluang mendapat kerja yang baik untuk perbaikan hidup
juga kecil.[8]
Mengutip pendapat John Dewey bahwa pendidikan
merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental intelektual dan emosional
secara manusiawi. Sementara, Ki hajar Dewantara mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah menuntut segala kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak agar
mereka menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang tertinggi. Ada hal yang menarik yang kemudian dapat
dipetik dalam pesan kedua pemikira pendidikan tersebut, yaitu poin penting yang
akan dicapai adalah mengantarkan anak bangsa kita mengembangkan ketrampilan
yang tepat dan memandang bahwa kekayaan bangsa ini berada pada hasil kualitas
otaknya dalam bekerja. Dengan katalain pula, belajar merupakan petualangan
hidup. Belajar tidak mengenal batas usia
dan didlam proses belajar harus berfikir kreatif, inovatif, enerjik,,
produktif, berwatak kerja keras, menghargai waktu, dan pantang menyerah dalam
menghadapi kesuloitan hidup sekaligus menemukan solusi secara mandiri.[9]
Oleh
karena itu, pendidikan kita dimasa akan datang perlu menyingkronkan antara
teori dengan aktualisasi didunia kerja agar sistem peniddikan nasional
mempunyai jiwa kemandirian, inofatif, dan kreatif di dunia internasional
berdasarkan pada teori kausalitas yang memiliki titik tekan pada penguatan
karakter kemandirian. Maka pendidikan berkarakter mandiri perlu dibangun di
negeri ini melalui pendidikan secara serius agar anak didik memiliki orientasi
bertindak dalam menata kehidupannya. Tidak selalu mengalami dependensi terhadap
negara lain. Dengan pendidikan demikian,
maka negeri ini akan mampu berdiri di atas kaki sendiri. Dalam memegang sikap
kemandirian, Bung Karno menyarankan agar masyarakat Indonesia kembali kepada
agama. Karena agama adalah unsur mutlak dalam pembentukan kemandirian bangsa.
Salain itu bapak pandidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan contoh
berkarakter mandiri dengan bersikap atas dasar kemandirian yang berlandaskan
pada jiwa keagamaan.[10]
Presiden
SBY menekankan pentingnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu berdiri di
atas kemauan sendiri dengan kekuatan sumber daya alam, sumber daya manusia,
serta potensi-potensi yang dimiliki lainnya. Kita harus menjaga dan memperkuat
kemandirian karena hal itu merupakan dasar kekuatan dan ketahanan untuk maju
sebagai bangsa dan jangan tergantug pada bangsa dan negara lain. Dengan sumber
daya yang kita miliki, kita harus dapat menjadi bangsa yang dapat memenuhi
kebutuhan sendiri, tidak didekte oleh negara manapun, bebas dan mandiri.
Kemandirian merupakan syarat penting agar Indonesia agar dapat menghadapi
tantangan bangsa saat ini yang diyakini lebih berat dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya. Untuk menuju kearah itu, bangsa yang mandiri selalu
bekerja keras dalam peningkatan kesehatan dan pendidikan, tanpa membeda-bedakan
pentingnya kesehatan dan pendidikan lapisan bawah maupun lapisan atas.[11]
C. Membangun
Kemandirian Melalui Pengembangan Profesi Pendidik
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia,
pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk
meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang
dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat
kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada
kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia
suatu bangsa. Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting,
dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan,
dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan
yang akan terjadi. Oleh karena itu, membangun pendidikan menjadi suatu
keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa)
maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsa-bangsa
lain).[12]
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[13]
Dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu
usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai
aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta
berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti
bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang
baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun
spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi
kepentingan dirinya dan masyarakat.
Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan
kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga pendidik (guru/dosen), melalui
mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa
bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan terletak pada
bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta dilandasi
oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil namun juga
nilai-nilai transenden yang dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah
suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik
serta masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, nampak bahwa pendidik
diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya
manusia dalam aspek kognitif, afektif
maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini
jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik
yang profesional, agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan
optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidik dituntut untuk selalu
memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan.[14]
Mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, maka sangat
penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga
pendidik agar menjadi profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi
aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk mengaktualisasikan dirinya
dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk
menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus menerus
melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas. Dalam pencapaian tujuan
bersama suatu negara harus memiliki langkah serius untuk mengoptimalkan potensi
yang ada. Negara yang mampu mengelola potensinya maka akan mampu mendorong
terwujudnya tujuan negara tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan harus diletakan
sebagai modal untuk menyiapkan individu yang memiliki kecakapan dan kemampuan,
sehingga persiapan ini kemudian dapat
melahirkan penguatan pembangunan bangsa kedepan. Dengan kata lain, pendidikan
diupayakan secara serius untuk membangun paradigma berfikir terbuka dan mampu
membaca berbagai persoalan bangsa ini secara sesakma dan teliti.[15]
Indonesia sebagai sebuah negara
kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah
sampai saat ini belum mampu berdiri sejajar dengan bangsa- bangsa lainnya.
Bahkan untuk di kawasan regional asean Indonesia masih kalah jika dibandingkan
negara malaysia ataupun filipina dari segi pengelolaan dan kesejahteraan
rakyat. Hal ini perlu kita sadari bahwa ada yang salah dari negeri ini.
Pembangunan tidak boleh hanya dianalogikan sebagai perkembangan ekonomi saja
tapi lebih dari itu, pembangunan harus menjadi upaya dalam meningkatkan
kemampuan SDM indonesia dalam penguasaan iptek untuk terwujudnya pengelolaan
negara yang mandiri dan berdaulat dalam segala aspek.
Sektor pendidikan sebagai batu
loncatan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang
mandiri dan produktif bagi perkembangan suatu negara diperlukan perhatian
serius. Karena dengan alokasi lebih dari 20% dari APBN dan usia Indonesia
yang lebih dari 67 tahun, pendidikan masih menjadi barang mahal bagi sebagian
besar rakyat indonesia yang kebanyakan berada di desa dan pada kelompok
masyarakat menengah kebawah. Hal ini ironis karena pada kelompok masyarakat
yang potensial dan membutuhkan pencerdasan yang lebih justru pendidikan
berharga mahal.[16]
Peranan pemerintah dalam upaya penyediaan pendidikan yang berkualitas dan bagi
seluruh rakyat Indonesia dinilai masih sangat kurang. Hal ini dapat
dilihat dari masih mendominasinya rasio masyarakat yang berpendidikan tinggi di
pulau jawa dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Diperlukan sikap tanggap
dari masyarakat terkait untuk ikut berperan serta menyelesaikan masalah
pendidikan Indonesia yang semakin kompleks dan berlarut- larut. Pemuda sebagai
motor penggerak suatu bangsa perlu diberikan kesempatan dan peran yang besar
untuk ikut serta dalam upaya penyediaan pendidikan bagi semua kalangan.
Profesi
pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa,
hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks
kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses
pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas
pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Dengan mengingat
hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi
pendidik menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya
kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik
proses maupun hasilnya. Diantaranya melalui:
1. Pengembangan
profesi Pendidik
Dalam konteks
Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah
untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan
dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang, hal ini
terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang ini jelas menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba
mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard
tertentu yang diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.[17]
Perlindungan
hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar profesi pendidik mendapat
pengakuan yang memadai, namun hal itu tidak serta-merta menjamin berkembangnya
profesi pendidik secara individu, sebab dalam konteks individu justru kemampuan
untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal yang paling utama yang dapat
memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu, upaya untuk terus
memberdayakannya merupakan suatu keharusan agar kemampuan pengembangan diri
para pendidik makin meningkat. Dengan demikian, dapatlah difahami bahwa
perlindungan hukum itu penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting
dan strategis dalam upaya pengembangan profesi,.Pengembangan diri sendiri dapat
memberikan kekuasaan keahlian pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik
sebagai profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.[18]
Oleh karena
itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri agar dalam
menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kepentingan
pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
2. Strategi
Pengembangan Profesi Pendidik
Mengembangkan
profesi tenaga pendidik bukan sesuatu yang mudah, hal ini disebabkan banyak
faktor yang dapat mempengaruhinya, untuk itu pencermatan lingkungan dimana
pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat
menghalangi upaya pengembangan tenaga pendidik. Dalam hubungan ini, faktor birokrasi,
khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi terciptanya
suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi tenaga pendidik. Sebenarnya,
jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan
profesi tenaga pendidik, namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta
dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh
peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud.
Dengan
mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya
menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi tenaga pendidik, situasi
kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat
mengembangkan diri sendiri kearah profesionilisme pendidik. Dalam hal ini,
terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang
kondusif bagi pengembangan profesi pendidik, yaitu :
a.
Strategi
perubahan paradigma. Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi
agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang
berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
b.
Strategi
debirokratisasi. Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi
yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik.[19]
Strategi
tersebut di atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan,
strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan
penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat, sementara
strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan
menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan
diri tenaga pendidik serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.
3.
Pengembangan profesi tenaga pendidik dan arah perkembangan pendidikan di
Indonesia
Banyak pakar
yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah dan ketinggalan,
banyak faktor penyebabnya, dari mulai masalah anggaran pendidikan yang kecil,
sistem pendidikan yang masih perlu diperbaiki, sosial budaya masyarakat serta
hambatan dalam implementasi kebijakan, namun yang jelas ini menunjukan bahwa
masih diperlukannya kerja keras dalam membangun pendidikan di Indonesia guna mengejar
ketertinggalannya dari negara lain.
Pada tataran
makro, ketertinggalan dalam bidang pendidikan merupakan cerminan dari kebijakan
nasional pendidikan, meskipun dalam tingkat praktisnya aspek kelemahan terjadi
juga dalam implementasi kebijakan, sehingga meskipun kebijakan secara ideal
mengarah pada upaya peningkatan kualitas pendidikan, namun implementasi
dilapangan sering terjadi distorsi yang dapat mengurangi efektivitas pencapaian
tujuan kebijakan itu sendiri. Selain itu pandangan masyarakat yang mencerminkan
nilai sosial budaya yang ada menunjukan arah yang kurang kondusif bagi
peningkatan kualitas pendidikan, seperti pandangan bahwa mengikuti pendidikan
hanya untuk jadi pegawai, pandangan ini akan mendorong pada pendekatan
pragmatis dalam melihat pendidikan, dan ini tentu saja memerlukan kesadaran
sosial dan kesadaran budaya yang berbeda dalam melihat outcome pendidikan.
Pendidikan harus dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas manusia untuk
berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan, menjadi pegawai harus dipandang
sebagai salah satu alternatif pilihan yang setara dengan pilihan untuk
bidang-bidang pekerjaan lainnya, sehingga keterlibatan manusia terdidik dalam
berbagai bidang kehidupan dan pekerjaan akan mendorong keseimbangan dalam
menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan berkualitas.[20]
Dengan
melihat hal tersebut, jelas bahwa peran pemerintah sangat besar dalam
terbentuknya kondisi yang demikian, pengembangan sekolah yang kurang/tidak
mengacu pada potensi yang dimiliki bangsa jelas berakibat pada timpangnya
pemilihan peserta didik dalam memilih bidang pekerjaan/kehidupan, sehingga
menjadi pegawai dianggap sebagai suatu pilihan yang paling tepat, meskipun
bidang lain sebenarnya banyak menjanjikan bagi peningkatan kualitas kehidupan. Kondisi
ini memang punya kaitan dengan kultur yang diciptakan penjajah Belanda, dimana
mereka membuka sekolah untuk mendidik manusia menjadi pegawai rendahan yang
diperlukan oleh Penjajah. Namun demikian upaya pembangunan pendidikan nasional
sejak jaman kemerdekaan jelas mestinya telah mampu merubah cara berfikir
demikian, hal ini tentu saja dapat terjadi jika pembangunan pendidikan nasional
selalu mengacu pada potensi luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam
kondisi ketertinggalan serta arah pendidikan yang kurang mempertimbangkan
potensi luhur bangsa, peran tenaga pendidik menjadi sangat penting dan
menentukan dalam tataran mikro pendidikan (sekolah, kelas). Untuk itu
pengembangan diri sendiri tenaga pendidik akan menjadi landasan bagi penumbuhan
kesadaran pada peserta didik tentang perlunya berusaha terus meningkatkan
kualitas pendidikan diri serta mengarahkan nya pada kesadaran untuk melihat dan
memanfaatkan potensi luhur bangsa dalam mengisi kehidupan kelak sesudah selesai
mengikuti pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan profesi pendidik akan
memberi dampak besar bagi peningkatan kualita pendidikan yang sekarang masih
tertinggal, serta memberi arah yang tepat pada peserta didik dalam berperan di
masyarakat untuk ikut bersama masyarakat dalam membangun bangsa.
4.
Pengembangan profesi tenaga pendidik berbasis kemandirian dan marketing
Sebagaimana
telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan profesi tenaga pendidik merupakan
hal yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan
serta arah pendidikan agar sesuai dengan potensi luhur yang dimiliki bangsa.
Untuk itu pengembangannya perlu didasarkan pada kemandirian dan marketing.
Kemandirian dimaksudkan agar dapat tumbuh kepercayaan diri pada tenaga pendidik
atas kemampuan serta peranannya yang penting dalam pembangunan bangsa,
sedangkan marketing dimaksudkan agar tenaga pendidik dapat menawarkan
ide-idenya dengan epat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, khususnya
peserta didik.[21]
Kemandirian
pada dasarnya merupakan kemampuan untuk berani dalam mewujudkan apa yang
menjadi keyakinannya dengan dasar keakhlian, kemandirian akan menjadi dasar
yang memungkinkan seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena itu
kemandirian menjadi amat penting dalam konteks pengembangan profesi tenaga pendidik.
Dengan kemandirian tenaga pendidik dapat lebih berani melakukan hal-hal yang
inovatif dan kreatif sehingga proses pendidikan/pembelajaran akan lebih
mendorong siswa untuk makin menyukai dan rajin belajar sehingga hal ini akan
mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan. Selain basis budaya
kemandirian, basis marketing juga perlu mendapat perhatian, ini dimaksudkan
agar upaya-upaya pembangunan pendidikan tidak dilakukan asal saja, tetapi tetap
memperhatikan aspek marketing, dimana salah satu hal yang penting di dalamnya
adalah kualitas dalam meningkatkan pengembangan pendidikan tersebut.
5.
Pengembangan profesi tenaga pendidik dan pendorong inovasi
Pengembangan
profesi tenaga pendidik pada dasarnya hanya akan berhasil dengan baik apabila
dampaknya dapat menumbuhkan sikap inovatif. Sikap inovatif ini kan makin
memperkuat kemampuan profesional tenaga pendidik, untuk itu diperlukan belajar guna
mendorong tenaga pendidik bersikaf inovatif serta dapat dan mau melakukan
inovasi, diantaranya sebagai berikut :
a.
Belajar
kreatif
b.
Belajar
keindahan dunia dan indahnya jadi pendidik
c.
Belajar
mulai dari yang sederhana dan konkrit
Pelajaran
sebagaimana dikemukakan di atas merupakan pelajaran penting bagi tenaga
pendidik dalam upaya mengembangkan diri sendiri menjadi orang profesional.
Dalam kaitan ini, pelajaran tersebut membentuk suatu keterpaduan dan saling
terkait dalam membentuk tenaga pendidik yang profesional dan inovatif.[22]
Belajar kreatif adalah belajar dengan berbagai cara baru untuk mendapatkan
pengetahuan baru, belajar kreatif menuntut upaya-upaya untuk terus mencari, dan
menjangkaunya. Dengan belajar yang demikian, maka sekaligus juga belajar
tentang keindahan dunia, dan bagian dari keindahan dunia ini adalah keindahaan
indahnya jadi pendidik. Pendidik adalah perancang masa depan siswa, dan sebagai
perancang yang profesional, maka tenaga pendidik menginginkan dan berusaha
untuk membentuk peserta didik lebih baik dan lebih berkualitas dalam mengisi
kehidupannya di masa depan.
Untuk dapat
melakukan hal tersebut di atas, maka tenaga pendidik perlu memulainya dari yang
kecil dan konkrit, dengan tetap berfikir besar. Mulai dari yang kecil pada
tataran mikro melalui pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik
sebenarnya sedang mengukir mas depan manusia, masa depan bangsa, dan ini jelas
akan menentukan kualitas kehidupan manusia di masa yang akan datang.
D. Analisis
Pendidikan Sebagai Pembentukan Kemandirian Bangsa Dari Segi Politik Pendidikan
Nasional
Tidak dipungkiri bahwa
lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang
dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan
politik para penguasa dapat dilihat dalam sejarah. Dilain pihak, ketergantungan
kepada uluran tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga
tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam
mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi
saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia
untuk mengurus politik dan negara. Negara mengalokasikan biaya untuk mendukung
proses pendidikan. Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun
dan mendukung proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak
dibutuhkan.
Transformasi nilai-nilai politik melalui institusi pendidikan
melalui intervensi dalam perbuatan kebijakan pendidikan di Indonesia sangat
kuat, bahkan institusi pendidikan merupakan wilayah politik negara dan
pemerintahan, walaupun demikian perhatian negara untuk bidang pendidikan belum
menggembirakan. Anggaran yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sebanyak 20 persen masih jauh dari kebutuhan pendidikan.
Disamping itu, kesejahteraan para pendidik pun belum merata dialokasikan
diseluruh negara.
Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja
secara penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga
timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang
dicita-citakan yang dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua
lingkungan yang saling mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat), unsur
sosial merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Di
banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat
menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka
melakkan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan
pesan-pesan politik melalui metode dan bahan ajar (curriculum content)
pendidikan. Dinegara-negara komunis, misalnya, metode brain washing
digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir kaum muda, agar sejalan dengan
doktrin komunisme.
Dari generasi ke generasi negarawan dan pemimpin politik telah
menyadari dampak yang dapat ditimbulkan oleh sistem pendidikan terhadap
kehidupan politik. Mereka menyadari bahwa negara tidak dapat mengabaikan
sekolah jika ingin mencapai tujuan-tujuannya, termasuk tujuan untuk
mempertahankan kekuasaan. Mengingat besarnya peluang untuk mengarahkan berbagai
unsur kependidikan pada kebutuhan politik tertentu, tidak heran apabila
pendidikan sering kali memainkan peran sentral dalam menentukan arah perubahan
politik.
Stabilisasi atau transformasi politik banyak ditentukan oleh
faktor pendidikan. Manakala terjadi tranformasi radikal dalam sistem politik,
misalnya setelah revolusi Prancis dan Rusia, salah satu langkah utama yang dilakukan
oleh para penguasa disana adalah menata sistem pendidikan. Penguasa yang baru
dengan cepat berusaha mereformasi dan menerapkan sistem pendidikan yang sesuai
dengan tujuan-tujuannya. Para penguasa yang baru naik tahta saat itu menyadari
sepenuhnya bahwa keberhasilan dan kontinuitas rezim mereka berkaitan dengan
ide-ide dan pola-pola perilaku yang ditransmisi melalui fasilitas kependidikan.
Kesadaran ini mungkin saja salah, tetapi ini adalah suatu persoalan hubungan
antara pendidikan dan politik yang memerlukan penjelasan melalui penelitian
terencana. Penjelasan atas persoalan tersebut akan dapat mengungkapkan
kontribusi pendidikan terhadap integrasi dan ketahanan sistem politik.
Di Indonesia, misalnya,
daya tahan rezim Soeharto selama 32 tahun banyak melibatkan kebijakan-kebijakan
kontroversial dalam bidang pendidikan, baik menyangkut pengelolaan maupun
kurikulum dan kegiatan pembelajaran. Misalnya, kebijakan tentang kurikulum
Pendidikan Agama, dan kebijakan tentang seragam sekolah, khususnya tentang hak
mengenakan jilbab bagi siswi disekolah umum. Kebijakan-kebijakan tersebut
banyak dipengaruhi oleh tekad bulat para penguasa rezim untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara sekular berlandaskan Pancasila. Bahan ajar untuk
bidang studi sejarah, agama dan kenegaraan didisain sedemikian rupa, sesuai
dengan visi dan misi politik penguasa rezim.
Pendidikan
pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi
penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus
untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka
diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa
lampau, yaitu
tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proes-proses pembedayaannya. Secara
ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya
peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana
pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masyarakat yang
civiel societynya cukup tinggi maka perlu adanya
pilar-pilar penegak masyarakat madani tersebut antara lain:
1.
Adanya
Lembaga Swadaya Masyarakat
Yang dimaksud dengan lembaga
swadaya masyarakat adalah lembaga yang didirikan secara sukarela oleh
masyarakat dalam bidang-bidang kehidupan tertentu, misalnya: pendidikan,
politik, hukum dan sebagainya dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau
masukan kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah
yang baik (good governance). Organisasi
kemasyarakatan dan LSM yang independensi itu pada perkembangannya, cukup kuat
mewarnai organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan yang tumbuh. Indonesia pada
dasarnya memiliki tradisi cukup panjang dan pengalaman mengenai civil society
atau gerakan masyarakat madani. Bahkan di era Orde Baru telah muncul pula kaum
profesional yang mulai bergerak dan melakukan pemberdayaan masyarakat tidak hanya
di wilayah sosial, keagamaan dan kebudayaan, lebih dari itu telah merambah ke
dalam sektor ekonomi dan jasa seperti; tumbuhnya perbankan swasta, asosiasi
yang bersifat ekonomi dan lembaga pendidikan modern yang tumbuh melalui
prakarsa dari kolektivitas sosial masyarakat yang sadar dan mandiri.
2. Adanya Perguruan Tinggi
Yang
dimaksud dengan perguruan tinggi adalah lembaga yang diharapkan memberikan
fungsi kontrol atau masukan kepada pemerintah melalui mahasiswa-mahasiswanya
sebagai bentuk moral force atau dukungan moral kepada pemerintah agar dapat
melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).
3.
Adanya
Pers
Yang
dimaksud dengan pers adalah lembaga yang diorientasikan sebagai alat komunikasi
politik oleh masyarakat dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau masukan
kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik
(good governance).
4.
Adanya
Supremasi Hukum
Yang
dimaksud dengan supremasi hukum adalah menempatkan hukum sebagai kekuasaan yang
tertinggi sedemikian rupa sehingga pemerintah dapat melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).
5.
Adanya
Partai Politik
Yang
dimaksud dengan partai politik adalah lembaga politik yang didirikan secara
sukarela oleh masyarakat dalam rangka memberikan fungsi kontrol atau masukan
kepada pemerintah agar dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik
(good governance).[23]
BAB III
. K E S I
M P U L A N
Pendidikan
merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang
cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun
spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi
akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud
suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi
intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi
kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat. Untuk
itu pendidikan sangat diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan agar tercipta
bangsa yang mandiri. Kemandirian bangsa dalam bidang pendidikan merupakan suatu
keharusan yang harus dijunjung tinggi
oleh bangsa ini karena dengan pendidikan persoalan-persoalan yang terjadi pada
saat ini akan bisa diatasi dengan adanya manusia-manusia yang memiliki
pengetahuan yang tinggi dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan
diharapkan sebagai pembentukan kemandirian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Assegaf, Kata
Pengantar dalam Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan
Pendidikan di Tengah Pusaran Globalisasi, Mustafa Rembangi, Yogyakarta:
Teras, 2008.
Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, Ciputat: PT. Logos
Wacana Ilmu, 2002.
Ary
H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai
Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Chabib
Thoha, Kapita Selekta Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest, 1996.
Edukasi, Kompas.com,
6 Maret 2012.
Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan
dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogjakarta: Adicita, 2001.
Harryanto, Membangun Kemandirian
Bangsa, http://harry
smk3.Wordpress.com , diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012, Pukul 10.05 WIB.
H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.
Kaswardi,
Penddikan Niali Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Grasindo, tt,h.
Kamus
Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, tt,h.
Moh.
Yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia , Jogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2009.
Suhar Saputra, Mengembangkan
Kemandirian dalam Pengembangan Profesi Pendidik,
http://uharsaputra.wordpress.com, diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012WIB.
Susilo Bambang Yudhoyono, ‘’ Indonesia
harus Bangkit Menjadi Bangsa Mandiri’, dalam www.setneg.go.id.
Ubaidilah
dkk, Pendidikan
Kewargaan: Demokrasi, HAM dan masyarakat madani, Jakarta: IAIN Press, 2000.
UU
Sisdiknas Tahun 2003, Bandung: Fokus Media, 2003.
Wulan Indah, Meneingkatkan Kualitas
Pendidikan Dalam Pengembangan Profesi Pendidik, http:/wulanindah..weebly.com,
diakses Pada Tanggal 30 Oktober 2012.
[1] . Ary
H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai
Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 54-55.
[2] . Kaswardi, Penddikan
Niali Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Grasindo, tt.h,), hlm. 56.
[3] . Kamus Ilmiah
Populer, (Surabaya: Arkola, tt,h), hlm. 54.
[4]. Chabib Thoha, Kapita
Selekta Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest, 1996), hlm. 121.
[5] . Harryanto, Membangun Kemandirian Bangsa, http://harry smk3.Wordpress.com , diakses
pada Tanggal 30 Oktober 2012, Pukul 10.05 WIB.
[11] . Susilo
Bambang Yudhoyono, ‘’ Indonesia harus Bangkit Menjadi Bangsa Mandiri’,
(dalam www.setneg.go.id), 21 Mei 2012.
[12] .
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium
Baru, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002), hlm. 57.
[14] . H. A. R.
Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2000), hlm. 137.
[15] . Abd.
Rahman Assegaf, Kata Pengantar dalam Pendidikan Transformatif: Pergulatan
Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Globalisasi, Mustafa
Rembangi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. Xxvi.
[18]. Suhar
Saputra, Mengembangkan Kemandirian dalam Pengembangan Profesi Pendidik,
http://uharsaputra.wordpress.com, diakses pada Tanggal 30 Oktober 2012 pukul
08.15 WIB.
[19] . Ibid.,
[20] . Fasli Jalal, Reformasi
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogjakarta: Adicita, 2001), hlm..
16-17.
[21] . Wulan
Indah, Meneingkatkan Kualitas Pendidikan Dalam Pengembangan Profesi Pendidik,
http://wulanindah..weebly.com, diakses Pada Tanggal 30 Oktober 2012, Pukul 09.05 WIB.
[23]
. Ubaidilah dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM dan
masyarakat madani, (Jakarta:
IAIN Press, 2000), hlm 120.
Ijin minta ya mbake..hhee
BalasHapusIjin minta ya mbake..hhee
BalasHapus