Jumat, 16 Maret 2012

Pengembangan Bahan Ajar


PENGEMBANGAN BUKU TEKS, MODUL DAN LKS
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Dr. Sukiman, M.Pd


 









Oleh
Firman Mansir     (1120410046)
Ulin Nuha            (1120410062)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, perlu ada perhatian secara khusus dari berbagai aspek. Aspek tersebut meliputi profesionalisme guru, perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, tujuan pendidikan dan pengajaran, program pendidikan dan kurikulum, perencanaan pengajaran, strategi belajar mengajar, media pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
Peserta didik harus mempelajari materi melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dalam mempelajari suatu pelajaran peserta didik tidak hanya bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bergantung pada bagaimana pelajaran itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar.
Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar, bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian, ataupun salah konsep. Untuk itu guru harus mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didiknya agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diajarkan.
Buku Teks, Modul dan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat bagi peserta didik karena hal tersebut membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang akan dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. Tetapi pada kenyataannya LKS yang telah dimiliki oleh peserta didik selama ini belum mampu membantu dalam menemukan konsep, karena hanya berisi materi dan soal-soal latihan saja. Selain itu ditinjau dari segi  penyajiannya pun kurang menarik. Model pembelajaran yang efektif dan menarik adalah model pembelajaran yang memiliki nilai relevansi dan memberi peluang untuk membangkitkan kreativitas, mampu mengembangkan suasana belajar mandiri, serta menarik perhatian peserta didik.




















BAB II
PEMBAHASAN
A. Buku Teks
1. Pengertian Buku Teks
Buku teks pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku teks pelajaran, pada umumnya, menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran. Guru di lapangan seringkali tidak merujuk pada kurikulum dalam perencanaan dan implementasi pembelajarannya, tetapi merujuk pada buku teks pelajaran yang digunakan. Dengan demikian, buku teks pelajaran haruslah disusun sebaik dan sebenar mungkin, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep, agar tidak menjadi sumber pembodohan, melainkan menjadi sumber pencerdasan perserta didik.
Dalam berbagai literatur asing, buku pelajaran diistilahkan dengan textbook (selanjutnya istilah yang digunakan adalah buku pelajaran). Buku pelajaran menurut beberapa ahli adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominan peranannya di kelas, media penyampaian materi kurikulum, dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan. Secara lebih spesifik bahwa buku pelajaran adalah alat bantu siswa memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca. Buku pelajaran juga merupakan alat  bantu memahami dunia (di luar dirinya).
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 dijelaskan bahwa buku (teks) pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.[1]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa buku pelajaran adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasanya dilengkapi sarana dan digunakan sebagai penunjang program pembelajaran..
Buku teks pelajaran dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan. Karena sudah dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pelajaran itu memberikan fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang caranya. Dengan demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh siswa merupakan bagian dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari masyarakat yang maju. Jika tujuan pembelajaran adalah untuk menjadikan siswa memiliki berbagai kompetensi, untuk mencapai tujuan tersebut, siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan serta mencari informasi. Alat yang efektif untuk itu adalah buku teks pelajaran, sebab pengalaman dan latihan yang perlu ditempuh dan informasi yang perlu dicari, begitu pula tentang cara menempuh dan mencarinya, disajikan dalam buku teks pelajaran secara terprogram.
Walaupun buku teks pelajaran diperuntukkan bagi siswa, tetapi guru juga akan terbantu. Pada waktu mengajar guru dapat mempertimbangkan pula apa yang tersaji dalam buku teks pelajaran. Guru memiliki kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan menyajikan materi. Semua itu merupakan wewenang dan  kewajiban profesionalnya. Manfaat yang begitu besar tesebut tidaklah akan diperoleh manakala buku teks pelajaran yang disusun tidak layak. Artinya, buku itu tidak mencerminkan manfaat-manfaat yang digambarkan tadi. Oleh karena itu, para penulis buku pelajaran harus merancang buku secara serius dengan memperhatikan implikasi. adapun paparan manfaat di atas, Yaitu:
Pertama, buku pelajaran haruslah memiliki landasan sudut pandang yang jelas dan mutakhir. Buku teks pelajaran yang baik adalah buku yang memiliki suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai suatu pengajaran dan buku yang memeragakan sesuatu bahan pengajaran secara aplikatif.
Kedua, buku pelajaran haruslah berisi materi yang memadai. Buku pelajaran yang baik adalah buku pelajaran yang menyajikan materi yang kaya, bervariasi, mudah dibaca, serta sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dampak dari buku yang demikian adalah menjadi sumber pemecahan masalah akademis, memicu siswa untuk membaca, menyenangkan, menstimulasi kreativitas anak, dan sebagainya.
Ketiga, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disusun secara sistematis dan bertahap. Sistematis dalam arti materi disajikan dengan memperhatikan kemudahan pemahaman siswa dalam hal penjelasan, penggambaran, dan pengorganisasian disusun secara sistematis, pengungkapan dilakukan secara lugas (tidak berbelit-belit). Bertahap dalam arti materi yang disajikan diperhatikan dari segi urutan, seperti dari mudah ke sulit, dari sederhana ke rumit, dari umum ke khusus atau dari khusus ke umum, dari bagian ke keseluruhan, dan sebagainya.
Keempat, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disajikan dengan metode dan sarana yang mampu menstimulasi siswa untuk tertarik membaca buku. Misalnya, disajikan gambar yang mampu merangsang siswa untuk menemukan jawaban dari suatu latihan, memperkonkret pengalaman belajar siswa, dan memungkinkan siswa untuk membuktikannya di lingkungan sekitar atau melalui penelitian sederhana.
Kelima, buku pelajaran haruslah berisi materi yang mendalam sehingga memungkinkan siswa terbantu di dalam memecahkan masalah-masalah akademis yang dihadapinya. Misalnya, pada saat siswa mengerjakan tugas atau latihan, kedalaman pengerjaan atau pemecahan masalah terakomodasi oleh buku, baik disebabkan buku itu memuat hal yang diperlukan siswa atau adanya petunjuk untuk mendapatkan rujukan-rujukan yang memungkinkan masalah itu terpecahkan.
Keenam, buku pelajaran haruslah berisi alat evaluasi yang memungkinkan siswa mampu mengetahui kompetensi yang telah dicapainya. Tingkat pencapaian kompetensi dapat dijadikan umpan balik bagi siswa apakah siswa harus memperdalam lagi bahan tersebut atau melanjutkan kepada bahan berikutnya yang lebih tinggi.
Ketujuh, buku pelajaran haruslah berisi bahan yang memungkinkan siswa memiliki kesempatan untuk menggelitik mata hatinya atas hal yang telah dipelajarinya. Manfaat apa yang diperoleh siswa setelah membaca bahan dan berlatih atas bahan itu, merupakan pertanyaan yang sebaiknya muncul pada diri siswa. Dengan kata lain, alat ini dapat dijadikan bahan refleksi siswa atas segala masalah akademis yang selama ini dipelajarinya.[2]
2. Pengenalan Buku Teks
 Agar buku teks pelajaran dapat digunakan dengan baik, maka perlu dilakukan pengenalan oleh siswa terhadap buku yang akan dipelajarinya. Hendaknya disediakan waktu bagi para siswa untuk menelaah bagian-bagian yang ada dalam buku teks pelajaran, mulai dari judul buku itu, daftar isi, judul-judul setiap bab, hingga bagian akhir dari buku itu. Setelah menelaah, siswa mendiskusikannya dengan sesamanya. Juga, mereka diminta untuk mengemukakan apa yang diharapkannya atau diperkirakan dapat diketahui dari bab demi bab buku itu.
Penelaahan sepintas tentang isi itu akan menimbulkan perhatian para siswa untuk memahami isi buku itu. Dapat dianjurkan kepada mereka untuk membaca bagian yang paling diminatinya.
Selanjutnya, untuk mempelajari bagian yang dipilih sebagai materi tertentu, dapat digunakan berbagai cara. Penulis dapat menunjukkan cara-cara untuk dicoba oleh para siswa. Misalnya, membaca judul bab, lalu menemukan kalimat topik pada paragraf demi paragraf. Setelah itu, membacanya dengan cermat, memahami pokok-pokok yang terkandung di dalam bab itu.
Mengingat penggunaannnya dalam kegiatan belajar, buku teks pelajaran perlu disusun dengan cara yang dapat memenuhi keperluan belajar tersebut. Menurut Pusat Perbukuan (2005) kriterianya adalah isinya benar dari segi keilmuan, disusun secara sistematis, mengandung informasi yang kaya akan informasi baru dan relevan, terdapat kesinambungan, kesaksamaan, keteraturan, serta keseimbangan. Mutu dari buku teks pelajaran tergantung pada kegunaannya untuk keperluan belajar siswa. Makin banyak keperluan yang dapat dilayani, maka semakin baik. Misalnya, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri, untuk melakukan pendalaman, untuk mengadakan pemeriksaan lagi dalam mengingat sesuatu, dan lain- lain.
3. Fungsi Buku Teks
             Penyusunan buku teks dalam upaya pengembangan pembelajaran di sekolah tidaklah disusun tanpa fungsi yang jelas. Fungsi dan peranan buku teks itu adalah
v  Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan pengajaran yang disajikan,
v   Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan dimana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh di bawah kondisi-kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya,
v   Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional yang mengemban masalah pokok dalam komunikasi,
v   metode dan sarana penyajian bahan dalam buku teks harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya harus menarik, menantang, merangsang, bervariasi sehingga siswa benar-benar termotivasi untuk mempelajari buku teks tersebut,
v   Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan juga sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis,
v   Di sampin sebagai sumber bahan buku teks juga berperan sebagai sumber atau alat evaluasi dan pengajaran remidial yang serasi dan tepat guna[3].            
             Buku teks berkaitan erat dengan kurikulum yang berlaku. Buku teks yang baik harus relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum. Ada sebelas aspek untuk menentukan kualitas buku teks, yaitu (1) memiliki landasan prinsip dan sudut pandang yang berdasarkan teori linguistik, ilmu jiwa perkembangan, dan teori bahan pembelajaran, (2) kejelasan konsep, (3) relevan dengan kurikulum yang berlaku, (4) sesuai dengan minat siswa, (5) menumbuhkan motivasi belajar, (6) merangsang, menantang, dan menggairahkan aktivitas siswa, (7) ilustrasi tepat dan menarik, (8) mudah dipahami siswa, yaitu bahasa yang digunakan memiliki karakter yang sesuai dengan tingkat  perkembangan bahasa siswa, kalimat-kalimatnya efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan dan menarik, (9) dapat menunjang mata pelajaran lain, (10) menghargai perbedaan individu, kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial dan budaya, (11) memantapkan nilai-nilai budi pekerti yang berlaku di masyarakat.[4]
        Hal-hal yang berhubungan dengan kualitas buku pelajaran menurut tim penilai buku ajar dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni (1) isi atau materi pelajaran, (2) penyajian materi, (3) bahasa dan keterbacaan, dan (4) format buku atau grafika. Keempat aspek ini saling berkait satu sama lain. Dengan demikian, secara garis besar standar buku pelajaran diukur melalui aspek isi atau materi, penyajian materi, bahasa, dan keterbacaan, serta grafik.[5]
5. Pengembangan Buku Teks
    Pemilihan penggunaan buku teks pelajaran dipilih dan diputuskan berdasarkan rapat kelompok guru mata pelajaran dengan pertimbangan komite sekolah dan disesuaikan dengan peraturan Menteri Pendidikan. Langkah-langkah yang harus diambil dalam pemilihan dan penggunaan buku teks pelajaran, antara lain:
a.       Kenali dari penulisnya. Karena kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Ungkapan ini juga berlaku saat anda memilih buku. Sebelum membeli buku, cari tahu dahulu siapa penulis buku tersebut. Jika anda telah mengenal pengarang buku tersebut sebagai penulis buku yang berkualitas, anda boleh merasa yakin buku tersebut berkualitas. Anda sebaiknya mengetahui, sebuah buku yang baik biasanya ditulis oleh seorang penulis yang memiliki keahlian di bidangnya. Misalnya anda ingin mencari buku tentang Pendidikan Agama Islam,sudah sepantasnya buku tersebut ditulis oleh penulis yang berlatar belakang bidang Pendidikan Agama Islam.
b. Kenali dari penerbitnya. Di Indonesia ada ratusan penerbit akan tetapi        tidak    semua penerbit memiliki kemampuan untuk menerbitkan buku      yang berkualitas. Biasanya penerbit yang sudah cukup lama memiliki      kemampuan tersebut.
                        c. Kenali dari desain dan topografiya. Jika anda sudah yakin bahwa penulis     dan penerbit buku tersebut berkualitas, coba lihat sekilas isi dalam buku.      Amati desain, apakah memudahkan anda membacanya ataukah tidak.        Desain yang ditata dengan baik dan indah akan membantu pembaca untuk             memahami isi buku dengan lebih baik. Perhatikan juga teks atau huruf isi     buku tersebut. Syarat buku yang berkualitas, baik teks isi maupun tipografi atau jenis huruf bukunya membantu pembaca untuk menyerap isi buku        tersebut. Sebaliknya, hurufnya tidak terlalu besar ataupun tidak terlalu    kecil. Sementara, tipografi atau bentuk hurufnya sederhana namun jelas.[6]
 d. Kenali dari ilustrasinya. Saat ini, buku-buku tidak hanya berisi huruf-huruf             saja. Baik ilustrasi mapun foto telah menjadi bagian dari buku.       Penambahan ilustrasi dalam buku maksudnya ialah untuk menambah      keindahan buku dan membantu pembaca memahami isi buku. Jadi, jika       anda membeli buku yang memiliki ilustrasi atau foto di dalamnya, cobalah perhatikan apakah ilustrasi tersebut mendukung isi buku ataukah tidak.      Percuma saja iustrasinya bagus, tetapi ilustrasi tersebut sama sekali tidak     berhubungan dengan apa yang diterangkan dalam buku. Sebaliknya, meski        ilustrasi tersebut sesuai isi buku, jika tidak menarik dan tidak jelas justru            akan mengganggu keseluruhan buku
 e. Kenali dari sampul bukunya. Buku yang berkualitas dapat juga anda lihat    dari sampul atau covernya. Sampul seharusnya mampu mencerminkan isi     buku. Jadi, jika sampul bukunya sudah tidak menarik, asal-asalan, mudah      rusak, bagaimana kita bisa yakin jika buku tersebut berkualitas? Buku         yang baik seharusnya memiliki cover yang memiliki desain menarik dan    terbuat dari bahan yang kuat atau tidak mudah rusak. Paling tidak bahwa            sampul buku itu bisa menarik pembaca ketika melihat buku tersebut,      karena terkadang kita menemukan sebuah buku judulnya hanya biasa-         biasa saja tetapi sampulnya menjadi perhatian dan menjadi daya tarik           seseorang, serta menambah semangat untuk membacanya.
f. Kenali dari sinopsisnya. Sinopsis adalah ringkasan isi buku beserta    kelebihan-kelebihannya. Biasanya isi sinopsis ini ditampilkan pada sampul       belakang buku. Sebelum anda memutuskan membeli sebuah buku      alangkah baiknya apabila anda membaca sinopsis buku tersebut. Cara          tersebut akan berguna untuk memastikan bahwa buku tersebut itu sesuai        dengan kebutuhan anda.
g. Kenali dari daftar isinya. Di samping sinopsis, anda dapat mengetahui isi     sebuah buku dengan melihat daftar isinya. Daftar isi merupakan point-           point atau bab-bab yang terdapat di dalam buku tersebut. Biasanya, daftar   isi terdapat pada halaman awal dalam sebuah buku. Sebuah buku yang        baik seharusnya memiliki datar isi yang mampu mencerminkan kandungan         isi buku tersebut.
Buku teks pelajaran yang dinyatakan memiliki kelayakan pakai bagi satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh peraturan menteri. Penetapan ini didasarkan pada hasil penilaian yang dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Dari hal ini maka akan terdapat sejumlah buku-buku teks yang dinyatakan layak pakai di sekolah untuk semua mata pelajaran pada suatu satuan pendidikan. Setiap sekolah harus menetapkan buku teks yang akan digunakan untuk kurun waktu lima tahun berdasarkan pemilihan yang dilakukan melalui rapat pendidik. Sejalan dengan hal ini, untuk memilih buku teks yang akan ditetapkan penggunaannya pada suatu satuan pendidikan diperlukan prosedur pemilihan. Salah satu prosedur yang dapat dipilih adalah melalui pertimbangan yang dilakukan oleh para pendidik. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kesesuaian materi, penyajian materi, penggunaan bahasa dan keterbacaannya, kualitas latihan dan soal yang disajikan, serta aksesibilitas terhadap buku teks.
Kendala yang dialami dalam pemilihan dan penggunaan buku teks pelajaran yaitu keterbatasan dana dalam mengadakan buku teks pelajaran. Solusi yang dapat ditempuh  dengan bekerja sama dengan komite sekolah dalam pengadaan buku teks pelajaran serta mengajukan permohonan bantuan pengadaan buku teks pelajaran kepada pihak – pihak yang terkait. Kalau kita merunut ke belakang, sudah banyak jenis buku yang dipakai di sekolah umum maupun madrasah khususnya mengenai buku teks Pendidikan Agama Islam. Jika pada madrasah penulis masih mendapati buku penerbit PAI yang meliputi Qur’an Hadis, SKI, Aqidah Akhlak, Fikih itu menggunakan buku teks yang diterbitkan oleh Toha Putra, dan menurut hemat penulis bahwa buku itu sangat bagus dalam mengembangkan keilmuan siswa karena memiliki indikator yang cukup relevan dan memuat penjelasan-penjelasan yang tertata dengan baik. Sementara akhir-akhir ini ketika penulis melakukan PPL di Madrasah ternyata buku yang ditemukan ketika madrasah sudah sangat berbeda, itu semua karena kurikulum yang digunakan juga sudah berbeda.
B. Modul
1. Pengertian dan Karakteristik Modul
       Modul yaitu suatu pengajaran dengan cara menggunakan serangkaian unit program belajar mengajar terkecil. Sedangkan menurut sistem pengajaran di Indonesia ialah suatu pengajaran dengan menggunakan serangkaian unit-unit belajar. Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya.[7] Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung memberi pelajaran atau mengajarkan sesuatu kepada para murid-muridnya dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini. Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut.
a. Self Instructional yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.
b. Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
c. Stand Alone (berdiri sendiri) yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
d. Adaptive yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap up to date. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
e. User Friendly yaitu modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.[8]
2. Tujuan Penulisan Modul
        Penggunaan modul sering dikaitkan dengan aktivitas pembelajaran mandiri (self-instruction), maka konsekuensi lain yang harus dipenuhi oleh modul ini ialah adanya kelengkapan isi, artinya isi atau materi sajian dari suatu modul haruslah secara lengkap terbahas lewat sajian-sajian sehingga dengan begitu para pembaca merasa cukup memahami bidang kajian tertentu dari hasil belajar melalui modul ini. Kecuali apabila pembaca menginginkan pengembangan wawasan tentang bidang tersebut, bahkan dianjurkan untuk menelusurinya lebih lanjut melalui daftar pustaka (bibliografi) yang sering juga dilampirkan pada bagian akhir setiap modul. Isi suatu modul hendaknya lengkap, baik dilihat dari pola sajiannya, apalagi isinya. Modul mempunyai banyak arti berkenaan dengan kegiatan belajar mandiri. Orang bisa belajar kapan saja dan di mana saja secara mandiri. Karena konsep belajarnya berciri demikian, maka kegiatan belajar itu sendiri juga tidak terbatas pada masalah tempat, dan bahkan orang yang berdiam di tempat yang jauh dari pusat penyelenggara pun bisa mengikuti pola belajar seperti ini. Terkait dengan hal tersebut, penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut.
a.       Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.
b.      Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta belajar maupun guru. instruktur.
c.       Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar, mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa atau pebelajar belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
d.      Memungkinkan siswa atau pebelajar dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Dengan memerhatikan tujuan-tujuan di atas, modul sebagai bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal ini tergantung pada proses penulisan modul. Penulis modul yang baik menulis seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta mengenai suatu topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul yang ditulisnya. Penggunaan modul dapat dikatakan sebagai kegiatan tutorial secara tertulis.
3. Pembelajaran Menggunakan Modul
       Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses komunikasi yang diwujudkan melalui kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik. Informasi yang disampikan dapat berupa pengetahuan, keahlian, skill, ide, pengalaman, dan sebagainya. Informasi tersebut biasanya dikemas sebagai satu kesatuan yaitu bahan ajar (teaching material). Bahan ajar merupakan seperangkat materi atau substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Bahan ajar disusun dengan tujuan; (1) membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu; (2) menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar; (3) memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran; serta (4) agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
Pembelajaran dengan modul adalah pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan penguasaan kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari peserta didik dengan waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Sistem belajar mandiri adalah cara belajar yang lebih menitikberatkan pada peran otonomi belajar peserta didik. Belajar mandiri adalah suatu proses di mana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri; merumuskan atau menentukan tujuan belajarnya sendiri; mengidentifikasi sumber-sumber belajar; memilih dan melaksanakan strategi belajarnya, dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan, tanggung jawab dan kewenangan lebih besar kepada peserta didik.
Peserta didik mendapatkan bantuan bimbingan dari guru atau orang lain, tapi bukan berarti harus bergantung kepada mereka. Belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses atau produk. Sebagai proses, belajar mandiri mengandung makna sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan di mana peserta didik diberikan kemandirian yang relatif lebih besar dalam kegiatan pembelajaran. Belajar mandiri sebagai produk mengandung makna bahwa setelah mengikuti pembelajaran tertentu peserta didik menjadi seorang pebelajar mandiri. Implikasi utama kegiatan belajar mandiri adalah perlunya mengoptimalkan sumber belajar dengan tetap memberikan peluang otonomi yang lebih besar kepada peserta didik dalam mengendalikan kegiatan belajarnya. Peran guru bergeser dari pemberi informasi menjadi fasilitator belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar yang dibutuhkan, merangsang semangat belajar, memberi peluang untuk menguji atau mempraktikkan hasil belajarnya, memberikan umpan balik tentang perkembangan belajar, dan membantu bahwa apa yang telah dipelajari akan berguna dalam kehidupannya. Untuk itulah diperlukan modul sebagai sumber belajar utama dalam kegiatan belajar mandiri.
4. Manfaat Modul
       Pembelajaran menggunakan modul bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:
a)      meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka secara teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi masyarakat;
b)      menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik;
c)      secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik secara bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam modul;
d)     mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya serta melakukan remediasi.
Penggunaan modul didasarkan pada fakta bahwa jika peserta didik diberikan waktu dan kondisi belajar memadai maka akan menguasai suatu kompetensi secara tuntas. Bila peserta didik tidak memperoleh cukup waktu dan kondisi memadai, maka ketuntasan pelajaran akan dipengaruhi oleh derajat pembelajaran. Kesuksesan belajar menggunakan modul tergantung pada kriteria peserta didik didukung oleh pembelajaran tutorial. Kriteria tersebut meliputi ketekunan, waktu untuk belajar, kadar pembelajaran, mutu kegiatan pembelajaran, dan kemampuan memahami petunjuk dalam modul.
5. Pengembangan Modul
           Dalam mengembangkan modul diperlukan prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, struktur isi pembelajaran yang jelas, dan memenuhi kriteria yang berlaku bagi pengembangan pembelajaran. Ada lima kriteria dalam pengembangan modul,yaitu :
a.   Membantu siswa menyiapkan belajar mandiri,
b.  Memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal,
c.       Memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan belajar kepada siswa,
d.      Dapat memomitor kegiatan belajar siswa, dan
e.       Dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat kemajuan belajar siswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengembangan modul harus mengikuti langkah-langkah yang sistematis.
Langkah-langkah tersebut adalah :
(1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi,
(2) analisis sumber belajar,
(3) analisis karakteristik pebelajar,
(4) menetapkan sasaran dan isi pembelajaran,
(5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran,
(6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran,
(7) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
(8) pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Langkah-langkah (1), (2), (3), dan (4) merupakan langkah analisis kondisi pembelajaran, langkah-langkah (5), (6), dan (7) merupakan langkah pengembangan, dan langkah (8) merupakan langkah pengukuran hasil pembelajaran.[9]

C. Lembar Kerja Siswa (LKS)
.1. Pengertian Lembar Kerja Siswa

        Kata lembar kerja terdiri dari tiga bagian, yaitu lembar, kerja dan siswa. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata lembar berarti helai, kerja berarti melakukan kegiatan, dan siswa berarti murid atau pelajar untuk tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah. Jadi dapat dikatakan bahwa lembar kerja siswa berarti helai bagi siswa untuk melakukan kegiatan.[10]
 Menurut Hidayah secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan. LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik. Paling tidak LKS sebagai media kartu. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki materi dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif. [11]
Menurut Dhari dan Haryono yang dimaksud dengan lembar kerja siswa adalah lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang terprogram. Setiap LKS berisikan antara lain: uraian singkat materi, tujuan kegiatan, alat atau bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja pertanyaan – pertanyaan untuk didiskusikan, kesimpulan hasil diskusi, dan latihan ulangan. Jadi, Lembar Kerja Siswa ( LKS) bisa diartikan lembaran-lembaran yang digunakan peserta didik sebagai pedoman dalam proses pembelajaran, serta berisi tugas yang dikerjakan oleh siswa baik berupa soal maupun kegiatan yang akan dilakukan peserta didik. Prinsipnya lembar kerja siswa adalah tidak dinilai sebagai dasar perhitungan rapor, tetapi hanya diberi penguat bagi yang berhasil menyelesaikan tugasnya serta diberi bimbingan bagi siswa yang mengalami kesulitan.
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa lembar kerja siswa berarti lembaran yang berisi uraian singkat materi dan soal-soal yang disusun langkah demi langkah secara teratur dan sistematis yang harus dikerjakan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat.
2. Tujuan  dan Manfaat Penggunaan LKS
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
·         Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik
·         Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan
·          Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
Melalui LKS guru akan memperoleh kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah dengan menerapkan metode SQ3R (survey, Question, Read, Recite, Review atau mensurvei, membuat pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang).
Ø  Pada kegiatan survey, siswa membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika ringkasan diberikan.
Ø  Pada tahap question, siswa diminta untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan.
Ø  Pada tahap read, siswa dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi, membubuhkan tanda-tanda khusus pada materi yang diberikan. Misalnya siswa diminta membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggaris bawahi rincian yang menunjang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan pada tahap question.
Ø  Recite menuntut siswa untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca dan siswa diminta untuk meringkas materi dalam kalimat mereka sendiri.
Ø  Review dimaksudkan agar siswa sesegera mungkin melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajari materi tersebut. Dalam pengembangan LKS kita harus berusaha memasukkan unsur-unsur secara terintegrasi.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
Ø  Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Ø  Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
Ø  Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.
Ø  Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Ø  Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.
Ø  Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.[12]
3. Langkah-langkah Menyusun LKS
      Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut.
1.          Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS.
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.
2.          Menyusun peta kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuensi LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.
3.          Menentukan judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.
4.   Penulisan LKS.
·                Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman     khusus pengembangan silabus.
·                Menentukan alat penilaian.
·                Menyusun materi.[13]

4. Macam-Macam LKS
 Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.
1.          Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
2.          Lembar Kerja Siswa Berstruktur.
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa.[14]
Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep). Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep. [15]
5. Prosedur Pengembangan LKS
  Ada empat langkah dalam mengembangkan LKS, yaitu:
1.      Penentuan tujuan instruksional.
Penentuan tujuan mestinya dimulai dengan melakukan analisis siswa, yaitu mengenali siapa siswa kita, perilaku awal dan karekteristik awal yang dimiliki siswa. Berdasarkan analisis ini akan diperoleh peta tentang kompetensi yang telah dan akan dicapai siswa, baik kompetensi umum maupun kompetensi khusus. Kedua kompetensi ini jika dirumuskan kembali dengan kaidah-kaidah yang berlaku, akan menjadi tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan pembelajaran ditulis untuk menunjukkan apa yang harus mampu dilakukan oleh seorang siswa yang berhasil belajar dengan baik, atau kompetensi yang akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar.

2.      Pengumpulan materi.
Tentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan atau materi dan membuat rincian tugas yang harus dilaksanakan siswa. Bahan yang akan dimuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan meteri yang sudah tersedia
3.      Penyusunan elemen.
Elemen LKS setidaknya ada unsur Materi, Tugas dan Latihan.
4.      Cek dan penyempurnaan.
LKS juga dapat dikembangkan berdasarkan:  Teori Behavioristik, Teori Konstruktivistik, dan Teori Psikologi Sosial.
1.      LKS Berbasis Teori Behavioristik
ü  Upaya untuk meningkatkan hubungan antara stimulus dan respon.
ü   Lebih banyak bersifat latihan-latihan berulang (drill).
ü   Sangat bermanfaat untuk peningkatan kemampuan basic skills.
      Jika dalam teori belajar ada yang disebut aliran Behaviorisme, aliran ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya perilaku (behavior) yang dapat diamati. Ada beberapa cirri dari rumpun teori ini, yaitu: a) mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, b) bersifat mekanistis, c) menekankan peranan lingkungan, d) mementingkan pembentukan respon, e) menekankan pentingnya latihan.[16]
2.      LKS Berbasis Teori Konstruktivistik
ü  Upaya untuk meningkatkan insight.
ü  Lebih banyak bersifat problem solving dan mengembangkan kreativitas.
ü  Sangat bermanfaat untuk peningkatan kemampuan
      Sementara aliran kontruktivisme dalam teori belajar merupakan sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. [17]
3.      LKS Berbasis Teori Psikologi Sosial
ü  Upaya untuk meningkatkan pencapaian tujuan bersama.
ü  Lebih banyak bersifat latihan-latihan berulang (drill) secara bersama.
ü  Sangat bermanfaat untuk peningkatan kemampuan basic skills khususnya pada siswa lambat belajar.
     Teori psikologi social merupakan teori yang berbicara mengenai jiwa seseorang. Dalam belajar jiwa sangat berperan agar bisa optimal dalam melahirkan ide-ide yang bersifat progresif, maka benar sebuah andigum yang mengatakan “akal yang sehat terdapat pada jiwa yang kuat”.
    Dalam proses pembelajaran, lazimnya seorang pendidik yang menggunakan LKS itu hanya memberi tugas saja kepada peserta didik, apalagi jika seorang pendidik itu memiliki kesibukan baik kesibukan yang berhubungan dengan sekolah maupun yang berhubungan di luar jam sekolah (pribadi), maka salah satu jurus ampuh bagi pendidik (guru) agar peserta didik bisa tenang dan proses pembelajaran masih berjalan tetap lancar, maka seorang pendidik menyuruh peserta didiknya mengerjakan LKS. Sebenarnya secara psikologi peserta didik akan mengerjakan walaupun mereka belum mengerti apa yang akan dikerjakan nantinya. Bahkan ironinya, terkadang tugas yang telah diberikan dengan mengerjakan LKS tidak dievaluasi guna untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik dalam mengerjakan tugas tersebut. Jadi menurut hemat penulis, dari sisi yang lain bahwa LKS bisa menjadi bahan dan alat buat pendidik untuk melakukan hal-hal yang berada di luar lingkungan sekolah sehingga pada akhirnya merugikan peserta didik. Karena itu kemudian, LKS bisa menjadi bahan pembelajaran yang efektif jika seorang pendidik itu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tetapi jika tidak maka LKS bisa menjadi ancaman bagi peserta didik dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi senjata ampuh bagi para guru untuk bisa bermalas-malasan dalam proses pembelajaran. LKS dari sudut manfaat sangat memiliki esensi yang begitu baik karena LKS di dalamnya dapat mengasah otak dan mengolah pikiran peserta didik yang lebih progresif.
    Apa yang telah penulis kritik dari LKS, ini tentu akan menjadi bahan renungan buat kita semua, terutama bagi calon Pendidik (guru) dan Pendidik itu sendiri. Penulis tidak menginginkan di era yang serba modern ini proses belajar mengajar masih bersifat konvensional  yang pada umumnya berlangsung satu arah yang merupakan proses transfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, norma, nilai dan lain-lainnya dari seorang pendidik (guru) atau dosen kepada peserta didik, mahasiswa.
    Proses seperti ini dibangun di atas dasar anggapan bahwa siswa atau peserta didik ibarat bejana kosong atau kertas putih. Guru atau pengajarlah yang harus mengisi bejana tersebut atau menulis apapub di kertas putih tersebut. Sistem seperti ini disebut bank system.[18]    











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
      Dalam proses pembelajaran, pengembangan buku teks, modul dan LKS merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan, ketiganya saling melengkapi dan memiliki manfaat yang sangat banyak guna terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efesien. Proses pembelajaran tanpa buku teks, maka akan menjadikan pembelajaran itu tidak berjalan dengan normal karena buku teks itu adalah panduan yang akan membawa peserta didik agar bisa memahami materi dengan sebaik-baiknya. Sementara Modul dan LKS juga seperti itu, keduanya akan bermanfaat jika digunakan sebagai media yang bisa mengantarkan peserta didik supaya bisa dengan mudah memahami materi yang diberikan oleh pendidik. Harus diakui bahwa kelebihan dan kekurangan pada setiap sesuatu pasti ada, apatah lagi pada pengembangan buku teks, modul dan LKS. Pengembangan buku teks, modul dan LKS merupakan sarana, media guna mengantarkan peserta didik kepada proses pemahaman yang lebih tajam, kritis dan aktual mengenai informasi-informasi serta materi yang disajikan oleh pendidik.
      Maka dari itu, pendidik yang baik adalah pendidika yang memanfaatkan buku teks, modul dan LKS sebagai media yang menunjang keberhasilan peserta didiknya kepada pencapaian yang lebih optimal. Akan tetapi, sebaliknya pendidik yang kurang baik adalah pendidik yang memanfaatkan buku tesk, modul dan LKS sebagai senjata pamungkas untuk melakukan kegiatan di luar proses pembelajaran, dengan melakukan hal-hal yang bersifat pribadi sehingga senjatanya dikeluarkan secara rutin guna bisa memenuhi urusan di luar proses pembelajaran tersebut. Oleh karena itu pengembangan buku teks, modul dan LKS merupakan media yang baik guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.


DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Pius dkk, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Arkola, 2008.
Guntur,Tarigan Henry, Telaah Kurikulum dan Buku Teks, Bandung: Penerbit Angkasa, 1986.

Hidayah, Isti dkk, Workshop Pendidikan Matematika 2, Semarang : Jurusan Matematika UNNES, 2006.
Indrianto, Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa Dalam Pengajaran Matematika Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika. Semarang: IKIP Semarang, 1998.
Pusat Perbukuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005.
Rahmawati, Laili, Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Salafiyah Pekalongan Kelas VII Semester II Tahun 2005/2006 dalam Pembelajaran Garis dan Sudut Melalui Implementasi metode Inkuiri dengan Memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) (Skripsi, 2005/ 2006), Tidak diterbitkan. 2006.
Suyono dkk, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, Cet. ke-1, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011.
Suyitno, Amin dkk, Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika, Semarang: FMIPA Unnes, 1997.
Www. Pengembangan Buku Teks. Com., di akses pada hari rabu 07 maret 2012, pukul 20.00 WIB.
Www. Pengembangan Bahan Ajar LKS, Modul, Buku Teks, Diakses Pada Hari Senin 07 Maret 2012, Pukul 11.30. WIB
Zaini, Hisyam dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002.



[1]Pusat Perbukuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005).

                [2] Www. Pengembangan Buku Teks. Com., di akses pada hari rabu 07 maret 2012, pukul 20.00 WIB.
[3] . Tarigan Henry Guntur, Telaah Kurikulum dan Buku Teks (Bandung: Penerbit Angkasa, 1986), hlm 11.
[4] . Ibid., hlm 22.
[5] . Pusat Perbukuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional......., hlm 15.
                [6] Www. Pengembangan Buku Teks.com. diakses hari 12 Maret 2012, Pukul 16.00 WIB.
                [7] Www. Pengembangan Bahan Ajar LKS, Modul, Buku Teks, Diakses Pada Hari Senin 07 Maret 2012, Pukul 11.30. WIB.
                [8]  Www. Pengembangan Bahan Ajar LKS, Modul, Buku Teks, Diakses Pada Hari Selasa 06 Maret 2012, Pukul 09.20. WIB.
                [10]  Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Arkola, 2008), hlm. 112.
[11] Isti Hidayah, dkk, Workshop Pendidikan Matematika 2 (Semarang : Jurusan Matematika UNNES, 2006), hlm. 8.

[12] Amin Suyitno, dkk,  Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika (Semarang: FMIPA Unnes, 1997), hlm. 40.

[13] . Laili Rahmawati, Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Salafiyah Pekalongan Kelas VII Semester II Tahun 2005/2006 dalam Pembelajaran Garis dan Sudut Melalui Implementasi metode Inkuiri dengan Memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) (Skripsi, 2005/ 2006), hal 25, Tidak diterbitkan.
[14] . Indrianto,  Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa Dalam Pengajaran Matematika Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika. ( Semarang: IKIP Semarang, 1998), hlm 14-17.     
[15] . Rahmawati,  Meningkatkan Kemampuan Siswa......., hlm 27.
                [16]  Suyono dkk, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, cet. ke- 1 (Bandung: PT Remaja Rosda Karya: 2011), hlm. 58.
                [17] Ibid., hlm. 105.
                [18] Hisyam Zaini dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga: 2002), hlm. 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar